REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah perwira TNI mendatangi Polda Metro Jaya untuk berkonsultasi terkait dugaan tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan Ferry Irwandi kepada TNI, pada Senin (8/9/2025). Dari hasil konsultasi itu, TNI tidak bisa melaporkan Ferry secara institusi karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Freddy Ardianzah mengatakan, pihaknya tetap akan menimbang langkah hukum yang bakal diambil. Meski ada putusan MK, langkah hukum dinilai tetap bisa dilakukan dengan sesuai aturan hukum yang berlaku.
"Dengan adanya keputusan MK 105/2024 tersebut, TNI juga akan menimbang secara cermat langkah-langkah hukum yang sesuai dengan aturan yang berlaku," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Rabu (10/9/2025).
Ia menegaskan, langkah hukum itu bukan semata-mata demi kepentingan institusi TNI. Lebih dari itu, langkah hukum dilakukan demi menjaga martabat dan kehormatan seluruh prajurit TNI serta menjaga persatuan kesatuan bangsa dan stabilitas keamanan nasional.
"Sebagai warga negara, kita semua harus lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi maupun kelompok," ujar Freddy.
Ia pun mengajak seluruh masyarakat untuk tetap tenang, bijak, dan tidak terprovokasi oleh informasi maupun tindakan yang dapat memecah belah. Selain itu, ia meminta semua pihak untuk sama-sama menjaga persaudaraan, saling menghormati, dan mengedepankan semangat persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebelumnya, Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus mengatakan, pelaporan terkait dugaan tindak pidana pencemaran nama baik harus dilakukan oleh pribadi, mengacu kepada Putusan MK. Artinya, institusi TNI tak bisa melaporkan Ferry terkait dugaan pencemaran nama baik.
"Kami sampaikan, kan menurut putusan MK, institusi kan enggak bisa melaporkan. Harus pribadi kalau pencemaran nama baik," kata dia, Selasa (9/9/2025).
Ia menjelaskan, dalam konsultasi itu, Ferry diduga melakukan pencemaran nama baik. Pihak yang dicemarkan nama baiknya adalah institusi negara.
Sementara itu, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menjelaskan, rencana kriminalisasi TNI terhadap Ferry bertentangan dengan Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024. Dalam putusann itu mengecualikan lembaga pemerintah, institusi, dan korporasi dari pihak yang dapat mengadukan pasal pencemaran nama baik.
"Artinya jika laporan ini diteruskan terjadi pembangkangan konstitusi yang dilakukan oleh institusi TNI," kata dia, Rabu.
Karena itu, ia meminta Polda Metro Jaya tidak menindaklanjuti kunjungan para petinggi TNI yang akan mengkriminalisasi Ferry. Pasalnya, Ferry merupakan warga yang menyuarakan pendapatnya secara damai.
Selain itu, Isnur juga mendesak pihak berwenang di pemerintahan pusat, yaitu Panglima TNI, Menteri Pertahanan hingga Komisi I DPR, untuk menegur sekaligus mengevaluasi dan mengoreksi langkah para perwira tinggi TNI.