REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu tunjangan rumah anggota DPR yang nilainya besar menuai beragam komentar, termasuk dari para pedagang kecil di sekitar Stasiun Juanda, Jakarta Pusat.
Di tengah perjuangan mencari nafkah harian, mereka mengaku hanya bisa menggelengkan kepala dengan begitu besarnya tunjangan dewan itu.
Salah satunya adalah Rahmini (53), pedagang mie ayam bakso yang mangkal di dekat pintu keluar stasiun Juanda. Ia sudah 12 tahun berjualan. Rahmini biasa mulai berjualan pukul 10 pagi hingga malam.
“Kalau rame, bersihnya bisa 400-an ribu, tapi kalau sepi ya paling 100-an ribu,” ujarnya sambil melayani pembeli.
Rahmini juga mengatakan keputusan tunjangan rumah DPR sebesar 50 juta perbulan sangat tidak adil. “Gila sih, kita kerja pontang-panting nyari 50 juta harus berapa bulan, mereka cuma 1 bulan udah dapet,” ucapnya.
Di sisi lain, Rina (29), penjual cireng isi, yang baru satu tahun berjualan di kawasan Juanda, kadang-kadang hanya bisa membawa pulang sekitar 100 ribu per hari.
“Saya kerja tujuh hari seminggu, panas hujan tetap kerja. Kita nggak ada tunjangan apa-apa, sementara mereka dapat rumah plus uang tambahan. Rasanya lucu,” ucapnya.
Rina mengaku perbulan ia hanya mendapatkan Rp 2-3juta.
Tak jauh dari Rina berjualan, wangi siomay milik Pak Darma (59) tercium harum. Sudah lebih dari 25 tahun ia mendorong sepedanya keliling, menjual siomay dari gang ke gang, dari kantor ke stasiun.
Ikuti Whatsapp Channel Republika