REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham) menyampaikan, kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo di Nusa Tenggara Timur (NTT), beberapa waktu lalu harus menjadi momentum untuk mengevaluasi sistem pembinaan prajurit TNI AD. Prada Lucky tewas diduga akibat dikeroyok oleh seniornya.
"Kematian Prada Lucky seharusnya menjadi momentum bagi TNI mengevaluasi sistem pembinaan prajurit muda di lingkungan TNI secara kritis dan menyeluruh," kata Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Munafrizal Manan di Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Kemenham mendukung sikap Komisi I DPR RI agar TNI melakukan reformasi internal terkait pola pembinaan prajurit. Khususnya, kata Munafrizal, demi menghilangkan budaya senioritas yang berpotensi melanggar hak asasi.
Munafrizal menyatakan, Kemenham juga mendorong TNI melibatkan Komnas HAM, lembaga independen, dan ahli HAM dalam proses evaluasi guna memastikan objektivitas, transparansi, dan keberlanjutan reformasi.
Hasil evaluasi, kata dia, wajib menjadi dasar penyusunan kebijakan konkret, seperti revisi kurikulum pelatihan, penguatan mekanisme pengawasan internal yang independen. Selain itu, juga mendukung pembentukan tim pemantau eksternal demi mengawal kasus penganiayaan sampai tuntas.
Menurut Munafrizal, pola pembinaan disiplin internal TNI tidak boleh ada unsur penyiksaan karena itu salah satu bentuk pelanggaran HAM. Terlebih, Indonesia telah meratifikafikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.
Indonesia, sambung dia, wajib mencegah, menyelidiki, dan menghukum setiap bentuk penyiksaan maupun perlakuan yang setara dengan penyiksaan. Hal itu sebagaimana diamanatkan dalam konvensi tersebut.
"Konvensi Anti Penyiksaan menegaskan dalam keadaan apa pun, baik perang dan ancaman perang, instabilitas politik internal, maupun perintah atasan, tidak boleh menjadi pembenaran untuk melakukan penyiksaan. Oleh karena itu, jika terbukti ada tindakan penyiksaan atas kematian Prada Lucky maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM serius," kata Munafrizal.
Di samping itu, Pasal 28G ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan, setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. Pasal 28I ayat (1) konstitusi juga menegaskan bahwa hak untuk tidak disiksa merupakan HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Menurut Munafrizal, perintah konstitusi tersebut harus dipatuhi dan dijunjung tinggi oleh TNI. "Kasus kematian Prada Lucky harus menjadi momentum TNI untuk membenahi implementasi pembinaan prajurit secara komprehensif, memastikan setiap praktik disiplin selaras dengan HAM, dan mencegah peristiwa serupa tidak terjadi kembali."