REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Israel dan sekutu dekatnya Amerika Serikat memboikot pertemuan di PBB yang akan mendorong pengakuan negara Palestina. Pertemuan dua hari tersebut, yang dimulai Senin waktu AS, akan dipimpin bersama oleh menteri luar negeri Perancis dan Arab Saudi.
Pemerintahan sayap kanan Israel menentang solusi dua negara, dan Amerika Serikat menyebut pertemuan itu “kontraproduktif” terhadap upayanya mengakhiri perang di Gaza. Perancis dan Arab Saudi ingin pertemuan tersebut menyoroti solusi dua negara, yang mereka pandang sebagai satu-satunya peta jalan menuju perdamaian, dan mulai membahas langkah-langkah untuk mencapainya.
Pertemuan tersebut ditunda sejak akhir Juni dan diturunkan dari pertemuan empat hari para pemimpin dunia di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, termasuk perang 12 hari Israel melawan Iran dan perang di Gaza.
“Sangat penting untuk memulai kembali proses politik, proses solusi dua negara, yang saat ini terancam, lebih terancam daripada sebelumnya,” kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noël Barrot pada Ahad di acara “Face the Nation” CBS News. Inilah hal-hal berguna yang perlu diketahui tentang pertemuan mendatang.
Gagasan membagi Tanah Suci sudah ada sejak beberapa dekade yang lalu.

Ketika mandat Inggris atas Palestina berakhir, rencana pembagian PBB pada tahun 1947 menetapkan pembagian wilayah tersebut menjadi negara-negara Yahudi dan Arab. Hal ini ditolak warga Palestina sebagai penduduk asli yang tanahnya dicaplok kelompok Zionis.
Negara-negara Arab tetangga Palestina menyatakan perang dan rencana dua negara itu tidak pernah dilaksanakan. Berdasarkan gencatan senjata 1949, Yordania memegang kendali atas Tepi Barat dan Yerusalem Timur, serta Mesir atas Gaza.
Israel merebut Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Gaza dalam perang Timur Tengah tahun 1967. Orang-orang Palestina menginginkan tanah tersebut untuk dijadikan negara merdeka di masa depan bersama Israel, dan gagasan solusi dua negara berdasarkan perbatasan Israel sebelum tahun 1967 telah menjadi dasar perundingan perdamaian sejak tahun 1990-an.
Solusi dua negara mendapat dukungan internasional yang luas. Logika di balik hal ini adalah bahwa populasi Israel – bersama dengan Yerusalem Timur, Tepi Barat dan Gaza – terbagi rata antara orang Yahudi dan Palestina.
Pembentukan negara Palestina yang merdeka akan menjadikan Israel sebagai negara demokratis dengan mayoritas Yahudi yang kuat dan mengabulkan impian rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
Perancis dan Arab Saudi mengatakan mereka ingin menyoroti solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian di Timur Tengah – dan mereka ingin melihat peta jalan dengan langkah-langkah spesifik, pertama-tama mengakhiri perang di Gaza.
Para ketua bersama mengatakan dalam sebuah dokumen yang dikirimkan kepada para anggota PBB pada bulan Mei bahwa tujuan utama dari pertemuan tersebut adalah untuk mengidentifikasi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh “semua aktor yang relevan” untuk menerapkan solusi dua negara – dan “untuk segera memobilisasi upaya dan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini, melalui komitmen yang konkrit dan terikat waktu.”