REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pengadilan Negeri Semarang kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap almarhumah Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesi Undip, Rabu (25/6/2025). Dalam persidangan, majelis hakim mencecar lima saksi yang merupakan teman seangkatan Aulia Risma, yakni Angkatan 77 PPDS Anestesia Undip. Majelis menilai langgengnya perundungan disebabkan tak adanya mahasiswa yang berani melapor.
Dalam persidangan tersebut, terdapat beberapa keterangan dari para saksi yang berlainan dengan pernyataan mereka dalam BAP. Misalnya, terkait biaya operasional pendidikan (BOP), yakni pungutan tidak resmi senilai Rp80 juta yang harus dibayar oleh setiap mahasiswa. Para saksi menilai, BOP membantu mereka dalam proses penyelesaian PPDS Anestesia.
Salah satu saksi, yakni Bayu Wibowo, juga membantah bahwa mahasiswa senior pernah memberikan sanksi kepada junior ketika mereka melakukan kesalahan, termasuk ketika praktik. Menurut Bayu, ketika terdapat junior yang melakukan kesalahan, mereka bakal dikumpulkan di basecamp angkatan.
Para junior akan dibariskan dalam keadaan berdiri. Namun Bayu menyebut, hal itu hanya untuk dokumentasi semata. Dia juga membantah terdapat umpatan dengan kata-kata kasar oleh para senior.
"Marah saja, nada keras, tapi tidak ada kata-kata kasar," ujarnya.
Menurut Bayu, setelah itu, para mahasiswa senior dan junior biasanya akan berdiskusi. Namun Bayu tak membantah tentang adanya iuran angkatan sebesar Rp20 juta yang dikumpulkan untuk kas angkatan. Sebagian besar dana tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan para senior, seperti makan, pengerjaan tugas akademik senior dengan jasa joki, rekreasi olahraga, dan lainnya.
Setelah mendengar keterangan para saksi, anggota majelis hakim, Rightmen Situmorang, mencecar kelima saksi. Hal pertama yang disorot Rightmen adalah soal tugas-tugas akademik para senior yang harus dikerjakan junior.
"Kalau bukan tugas kalian, tapi kalian yang disuruh mengerjakan, benar tidak itu? Enggak toh? Perundungan enggak itu?" kata Hakim Rightmen dan direspons dengan anggukan oleh para saksi.
Hakim Rightmen mengaku miris melihat bagaimana praktik tersebut terus menerus diwariskan. "Kenapa? Karena dia tidak mau melaporkan. Karena kalian tidak mau komplain," ujarnya.
"Kalau dari Angkatan 60 sudah komplain, enggak perlu sampai ada yang mati, terus enggak (praktik perundungan) ini?" tanya Hakim Rightmen yang tak direspons sepatah kata pun oleh para saksi.