REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan tak menerima vonis Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) terhadap terdakwa suap-gratifikasi Zarof Ricar (ZR). Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) resmi mengajukan banding atas vonis hukuman 16 tahun penjara terhadap mantan kepala badan diklat hukum dan peradilan di Mahkamah Agung (MA) tersebut, Rabu (25/6/2025).
“Untuk terdakwa ZR, JPU resmi menyatakan banding sesuai akta banding yang dilayangkan pada hari ini,” kata Harli melalui pesan singkat, Rabu (25/6/2025).
Ia mengatakan, banding diajukan melalui memori elektronik ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Menurut Harli, banding diajukan sesuai dengan tuntutan JPU yang meminta peradilan tingkat pertama untuk menghukum Zarof selama 20 tahun penjara.
Majelis hakim PN Tipikor Jakarta, pada Rabu (18/6/2025) memvonis Zarof Ricar bersalah melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi. Zarof Ricar merupakan mantan petinggi di Mahkamah Agung (MA) yang terlibat dalam skandal suap-gratifikasi vonis bebas PN Surabaya, Jawa Timur (Jatim) terhadap terdakwa pembununuhan Gregorius Ronald Tannur.
Dalam putusannya, PN Tipikor Jakarta menyatakan Zarof Ricar terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) a, Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 12B juncto Pasal 15, juncto Pasal 18 UU Tipikor.
Atas vonis bersalah itu, hakim PN Tipikor menghukum Zarof Ricar dengan pidana penjara selama 16 tahun. Dalam putusan tersebut, majelis hakim juga menyatakan temuan uang Rp915 miliar dan emas 51 Kilogram (Kg) dari rumah tinggal Zarof Ricar dirampas untuk negara. Menurut hakim, uang dan logam mulia yang ditemukan dari kediaman Zarof Ricar itu bersumber dari pendapatan yang tidak sah.
Namun, hukuman badan terhadap Zarof Ricar itu, sebetulnya lebih ringan dari tuntutan JPU. Semula JPU meminta majelis hakim menghukum Zarof Ricar selama 20 tahun penjara.
Dalam perkara lain, Zarof Ricar pun saat ini masih sebagai tersangka terkait dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sangkaan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) tersebut, terkait dengan temuan uang hampir satu triliun, dan emas batangan yang ditemukan saat penyidikan awal.
Advertisement