REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur Intelijen Nasional AS, Tulsi Gabbard, seperti dilaporkan NBC, tidak diizinkan ikut serta dalam diskusi internal Gedung Putih terkait konflik antara Iran dan Israel. Laporan NBC pada Kamis (19/6/2025), mengutip pejabat senior pemerintahan yang mengetahui persoalan tersebut.
Gabbard, yang secara terbuka menentang keterlibatan AS dalam konflik luar negeri, dilaporkan mulai tidak disukai oleh Presiden AS Donald Trump, menurut media tersebut. Namun, meskipun ada perbedaan pandangan dengan Trump, Gabbard tidak diperkirakan akan mengundurkan diri dari kabinet, kata sumber tersebut.
Trump, Selasa (17/6/2025), mengecam pernyataan Gabbard di Kongres pada Maret lalu, yang menyatakan Komunitas Intelijen AS menilai Iran tidak sedang mengembangkan senjata nuklir. Sumber NBC menyebutkan bahwa penilaian intelijen AS terkait kapabilitas nuklir Iran hingga kini belum berubah.
Israel melancarkan operasi militer besar-besaran terhadap Iran pada Jumat (13/6/2025) dini hari, dengan tuduhan bahwa Iran tengah menjalankan program nuklir militer secara rahasia. Angkatan udara Israel melakukan serangkaian serangan udara di berbagai wilayah Iran, termasuk Teheran, yang menewaskan sejumlah pejabat militer senior dan ilmuwan nuklir.
Beberapa fasilitas nuklir penting, termasuk Natanz dan Fordow, juga menjadi sasaran serangan.Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyebut serangan tersebut sebagai kejahatan dan memperingatkan Israel akan menghadapi “nasib pahit dan mengerikan.”
Sebagai balasan, Iran meluncurkan operasi True Promise III pada Jumat malam dan menyasar sejumlah target militer di dalam wilayah Israel. Iran membantah tuduhan bahwa program nuklirnya memiliki dimensi militer. Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, pada 18 Juni menyatakan bahwa badan tersebut belum menemukan bukti nyata bahwa Iran sedang mengembangkan senjata nuklir secara aktif.
Laporan CNN pada Selasa (17/6/2025), mengutip sumber terpercaya, juga menyebut bahwa penilaian intelijen AS sampai saat ini menunjukkan bahwa Iran tidak secara aktif mengejar senjata nuklir. Mantan Duta Besar Inggris untuk Uzbekistan sekaligus aktivis hak asasi manusia, Craig Murray, mengatakan kepada RIA Novosti bahwa Iran telah menunjukkan sikap yang "sangat bertanggung jawab dan sabar" dalam beberapa tahun terakhir, meski terus mendapatkan provokasi dari Israel.