Selasa 17 Jun 2025 23:40 WIB

Netanyahu Bohong! Intelijen AS Sebut Iran tak Sedang Buat Bom Nuklir

Jika ingin, Iran diperkirakan baru bisa membuat bom nuklir tiga tahun lagi.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbohong soal bom nuklir Iran di markas PBB di New York pada 2012.
Foto: AP Photo/Richard Drew
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbohong soal bom nuklir Iran di markas PBB di New York pada 2012.

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON – Kebohongan mematikan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terungkap. Intelijen AS menyangkal bahwa Iran tengah megembangkan senjata nuklir, hal yang dijadikan dalih Israel menyerang republik Islam itu pekan lalu.

CNN pada Selasa melansir penilaian intelijen AS yang menghasilkan kesimpulan yang berbeda dengan tudingan Israel. Bukan saja Iran tidak secara aktif mengembangkan senjata nuklir, namun Iran juga masih membutuhkan waktu tiga tahun lagi untuk dapat memproduksi dan mengirimkan senjata nuklir ke sasaran yang mereka pilih, menurut empat orang yang mengetahui penilaian tersebut.

Baca Juga

Pejabat senior AS lainnya mengatakan kepada CNN bahwa Iran "sedekat mungkin sebelum membuat (senjata nuklir). Jika Iran menginginkannya, mereka memiliki semua hal yang mereka butuhkan." Kini, setelah serangan udara Israel selama berhari-hari, para pejabat intelijen AS yakin bahwa sejauh ini, Israel mungkin hanya menghambat program nuklir Iran dalam hitungan bulan. 

Bahkan ketika Israel telah melakukan kerusakan signifikan pada fasilitas Iran di Natanz, yang menampung sentrifugal yang diperlukan untuk memperkaya uranium, situs pengayaan kedua yang dijaga ketat di Fordow tetap tidak tersentuh. Israel tidak memiliki kemampuan untuk menghancurkan Fordow tanpa senjata khusus dan dukungan udara AS, kata para pakar pertahanan. 

“Israel bisa saja melayang-layang di atas fasilitas nuklir tersebut, membuatnya tidak dapat beroperasi, namun jika Anda benar-benar ingin membongkarnya, yang diperlukan adalah serangan militer AS atau sebuah kesepakatan,” kata Brett McGurk, mantan diplomat tinggi Timur Tengah di bawah pemerintahan Trump dan Biden dan seorang analis CNN.

photo
Citra satelit dari Planet Labs PBC ini menunjukkan situs pengayaan nuklir Natanz di Iran setelah serangan Israel pada Sabtu, 14 Juni 2025. - (Planet Labs PBC via AP)

Hal ini menimbulkan dilema utama bagi pemerintahan Trump, yang sedang berjuang untuk menghindari keterlibatan dalam perang yang rumit dan mahal di Timur Tengah.

Meskipun Presiden Donald Trump telah menegaskan bahwa ia tidak ingin melibatkan AS dalam upaya Israel untuk menghancurkan infrastruktur nuklir Iran, pemerintah mengakui bahwa satu-satunya cara Israel dapat menghentikan program nuklir Iran adalah dengan bantuan militer Amerika. Israel membutuhkan khususnya, bom AS yang mampu merusak fasilitas bawah tanah dan pesawat pengebom B-2 yang membawa senjata tersebut.

Israel telah mengatakan selama 20 tahun bahwa Iran berada di ambang pembuatan bom. Namun, merujuk the Guardian, pada 25 Maret lalu Tulsi Gabbard, direktur intelijen nasional AS, mengatakan kepada komite intelijen Senat bahwa komunitas intelijen Amerika telah menilai bahwa Iran tidak secara aktif mengembangkan senjata nuklir. 

Namun, Gabbard menambahkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, tampaknya telah terjadi “kikisnya tabu yang telah berlangsung selama puluhan tahun di Iran mengenai pembahasan senjata nuklir di depan umum, yang kemungkinan akan semakin menguatkan pendukung senjata nuklir dalam aparat pengambilan keputusan Iran”. 

Dia menambahkan: “Stok uranium Iran yang diperkaya berada pada tingkat tertinggi dan belum pernah terjadi sebelumnya bagi negara tanpa senjata nuklir.” 

photo
Lini Masa KOnflik Israel Iran - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement