REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Jakarta Pramono Anung mengakui adanya keterlibatan organisasi masyarakat (ormas) dalam urusan parkir liar di Jakarta. Karena itu, ia ingin memperbaiki sistem perparkiran di Jakarta agar lebih tertata dengan baik.
Pramono mengatakan, sistem parkir di Jakarta sudah semestinya dilakukan secara digitalisasi. Pasalnya, selama urusan parkir tidak dilakukan secara digitalisasi, potensi terjadinya kebocoran masih tetap terbuka.
"Saya minta yang diperbaiki yang pertama adalah sistemnya dulu. Sistemnya harus tidak bisa lagi tidak digitalisasi. Harus digitalisasi," kata dia, Kamis (24/4/2025).
Dengan sistem digital, pembayaran parkir dapat dilakukan secara non-tunai. Hal itu dinilai dapat meminimalisasi terjadinya kebocoran dalam urusan perparkiran.
Setelah sistem itu diterapkan, Pramono mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta akan menentukan pihak yang nantinya akan mengelola lahan parkir tersebut. Ia pun membuka diri apabila nantinya ada ormas yang ingin mengelola lahan parkir.
"Jadi kalau saya, yang diperbaiki sistemnya dulu. Bahwa dalam sistem itu nanti bekerja sama dengan siapapun, monggo-monggo saja, tapi sistemnya sudah mengatur," kata dia.
Dengan sistem digital, menurut dia, pembagian keuntungan dari tarif parkir itu akan lebih transparan. Dengan begitu, tidak akan ada lagi kebocoran dari retribusi parkir.
"Intinya adalah selama diatur dalam sistem, dia mau ormas A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, saya enggak peduli. Selama itu diatur dalam sistem, tetapi kemudian yang menjadi persoalan kalau sistemnya nggak ada, full yang mengatur adalah ormas, enggak bisa," ujar dia.