REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Laporan investigasi baru mengenai serangkaian “kecelakaan” Angkatan Laut AS di Laut Merah menunjukkan bagaimana militer terbesar di dunia itu kewalahan menghadapi serangan kelompok Houthi di Yaman. Para pelaut AS disebut kebingungan akibat misil yang terus menerus ditembakkan kelompok yang memblokir laut demi menekan Israel tersebut.
Merujuk the Associated Press, hal ini terungkap dari investigasi atas sejumlah insiden terkemuka dan sangat merugikan selama kampanye pimpinan AS melawan pemberontak Houthi di Yaman, belakangan. Laporan mengungkapkan bahwa pertempuran laut paling intens yang dihadapi militer sejak Perang Dunia II hampir membunuh ratusan pelaut AS serta merusak alat tempur.
Angkatan Laut AS diterjunkan ke Laut Merah sejak tahun lalu untuk memerangi kelompok Houthi yang memblokade jalur itu untuk kapal-kapal menuju Israel. Kelompok tersebut sejak Oktober 2023 melakukan serangan-serangan dan pembajakan atas kapal menuju Israel dengan dalih menghentikan genosida oleh negara Zionis di Gaza.
Keempat laporan yang dirilis pada Kamis mencakup insiden pada bulan Desember 2024 yang mana kapal penjelajah USS Gettysburg menembak dua jet tempur dari kapal induk USS Harry S Truman, menjatuhkan satu jet. Insiden lainnya adalah tabrakan Truman dengan kapal dagang dan hilangnya dua jet bernilai jutaan dolar dari kapal induk tersebut karena kecelakaan pada awal tahun ini.
Secara keseluruhan, laporan-laporan tersebut memberikan gambaran tentang kapal induk yang tidak hanya dilanda serangan rudal rutin yang membuat awak kapal stres, namun juga tuntutan operasional lainnya yang memberikan tekanan pada para pemimpin puncak hingga kapten dan navigator kapal tersebut sangat kurang tidur. Kekacauan itu terjadi saat para pelaut baru menjalani separuh dari delapan bulan masa operasi.
Sebuah laporan juga menemukan bahwa, di beberapa kapal, operasi tempur yang intens “menyebabkan mati rasa di antara awak kapal” dan beberapa pelaut “tidak menyadari tujuan peran mereka dalam misi tersebut.”
Empat kecelakaan yang dapat dicegah itu menyebabkan Angkatan Laut kehilangan lebih dari 100 juta dolar dalam bentuk tiga pesawat hilang dan kerusakan pada Truman serta cedera pada beberapa pelaut. Beberapa insiden hanya berbilang detik dicegah dari menewaskan ratusan tentara AS.
Investigasi terhadap tabrakan Truman dengan kapal dagang mengatakan bahwa “seandainya tabrakan terjadi 100 kaki (30 meter) lebih jauh, dampaknya kemungkinan besar akan menembus kompartemen tempat berlabuh yang berisi 120 pelaut yang sedang tidur.”
Kapten Dave Snowden, komandan Truman pada saat itu, “mengurangi sudut tumbukan, dan menunda waktu tumbukan, yang kemungkinan besar mencegah kerusakan yang lebih signifikan dan potensi korban jiwa” pada detik-detik sebelum tabrakan, kata laporan itu.
Kecelakaan yang terjadi pada kapal Truman disebut sebagai “peringatan” bagi Angkatan Laut mengenai tuntutan pertempuran dan bahaya jika kapal dan awaknya bekerja terlalu keras, kata Bradley Martin, peneliti kebijakan senior di RAND dan pensiunan kapten Angkatan Laut.
“Pesan yang jelas dari pengerahan ini adalah bahwa Angkatan Laut belum siap menghadapi kenyataan pertempuran yang berkepanjangan,” kata Martin, seraya menambahkan bahwa Truman “jelas berada pada titik di mana ia berada dalam kondisi yang tidak stabil.”
Martin mengatakan harus ada akuntabilitas individu atas insiden di Laut Merah. Namun, hal itu juga menunjukkan kelemahan Angkatan Laut AS saat terjun ke medan perang sebenarnya.
“Tingkat ancaman udara yang datang dari Houthi, tidak seperti yang Anda dapatkan dari China, tapi itu saja sudah cukup membuat stres,” kata Martin. “Dan menurut saya apa yang kita lihat adalah banyak kerapuhan dalam kesiapan dan persiapan.”