REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Salah seorang pimpinan pondok pesantren di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, berinisial AF mengibaratkan motivasinya mencabuli dan meruduhpaksa sejumlah santriwati dengan bahasa 'mengijazahkan'. Jawaban itu ia sampaikan saat menjawab pertanyaan penyidik di hadapan wartawan, Mataram, Kamis.
"Hanya untuk mengajarkan doa kepada santriwati, sederhananya 'mengijazahkan' dengan harapan mereka kemudian bisa dapat pasangan yang baik, dan keturunan yang baik," kata AF
Selanjutnya, penyidik menanyakan kepada AF perihal jumlah santriwati yang sudah menjadi korban dari nafsu iblisnya. "Jumlahnya enggak ingat berapa, sekitar sepuluhan orang," ujar AF.
Untuk santriwati yang menjadi korban, kata dia, tidak ada kriteria khusus, melainkan hanya secara spontan memilih korban. "Tidak ada pilih-pilih, suka pada saatnya kadang-kadang tertuju ke seseorang," ucapnya.
AF yang juga menjabat sebagai ketua yayasan untuk pondok pesantren tersebut mengakui berbuat demikian kepada para korban sejak 2015 hingga 2021. Dalam keterangan lanjutan, AF yang kini telah berstatus tersangka tersebut turut menyesali perbuatannya.
Dia mengaku bahwa perbuatan itu tidak benar secara hukum dan agama. "Itu kekhilafan saya," kata AF.