Ahad 16 Nov 2025 08:32 WIB

153 Warga Palestina Tinggalkan Gaza dengan Penerbangan Misterius

Penerbangan ini diduga bagian dari bentuk pengusiran yang didalangi Israel.

Warga berkumpul di pasar Khan Younis, Kota Gaza, Kamis (23/10/2025). Detak kehidupan Gaza kembali menggeliat pasca gencatan senjata.
Foto: AP Photo/Jehad Alshrafi
Warga berkumpul di pasar Khan Younis, Kota Gaza, Kamis (23/10/2025). Detak kehidupan Gaza kembali menggeliat pasca gencatan senjata.

REPUBLIKA.CO.ID, JALUR GAZA -- Warga Palestina, terutama di Jalur Gaza, harus waspada terhadap jaringan yang berupaya mengusir mereka dari tanah kelahiran demi kepentingan Israel. Demikian disampaikan Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina.

Peringatan itu muncul sehari setelah 153 warga Palestina, yang meninggalkan Gaza tanpa mengetahui tujuan akhir dan tanpa dokumen sah. Seratusan warga Palestina itu tiba di Afrika Selatan dengan penerbangan dari Kenya pada Jumat dan ditahan selama 12 jam. Pihak berwenang menyelidiki masalah tersebut.

Baca Juga

Sambil menunggu investigasi, Afrika Selatan yang sedang mengajukan kasus genosida terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ), memberikan visa 90 hari kepada warga Palestina yang dilanda perang itu

Kementerian Palestina memberikan apresiasi yang mendalam atas dukungan dari otoritas dan rakyat Afrika Selatan, serta keputusan untuk memberikan visa sementara bagi orang-orang yang dilaporkan berangkat dari Bandara Ramon di Israel selatan.

Kedutaan Besar Palestina di Pretoria mengatakan pihaknya sedang berupaya membantu warga yang telah menderita selama lebih dari dua tahun perang genosida Israel, pembunuhan, pengungsian, dan penghancuran.

Namun, mereka memperingatkan bahwa perusahaan, entitas tidak resmi, dan perantara tidak terdaftar di wilayah Palestina yang diduduki Israel sedang mencoba menyesatkan warga Palestina dan menghasut mereka untuk pergi.

"Kementerian mengimbau masyarakat kami, terutama di Jalur Gaza, untuk berhati-hati dan tidak menjadi korban perdagangan manusia, pedagang dan perusahaan darah, serta agen pengungsian," demikian pernyataan tersebut.

Pertanyaan terus bermunculan seputar organisasi misterius yang mendalangi perjalanan tersebut. Organisasi Al-Majd Europe yang dilaporkan oleh Nour Odeh dari Aljazirah tidak memiliki kantor di kantor pusatnya di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur..

Hind Khoudary dari Aljazirah, melaporkan dari Deir el-Balah di Gaza, mengatakan, warga Palestina bersedia meninggalkan wilayah yang dilanda perang jika mendapat kesempatan. Dua tahun pengeboman tanpa henti membuat mereka kehilangan segalanya dan tidak punya rumah

"Beberapa warga Palestina yang masih memiliki sedikit uang adalah mereka yang pergi bersama anak-anak mereka. Mereka mengatakan tidak ada masa depan di Gaza," jelas Khoudary.

Menurut Otoritas Manajemen Perbatasan Afrika Selatan, 130 warga Palestina akhirnya memasuki negara itu. Sementara 23 orang dipindahkan dari Afrika Selatan ke tujuan lain melalui bandara tersebut. Sebagian besar diperkirakan akan mengajukan suaka.

Sebuah organisasi bantuan kemanusiaan Afrika Selatan, Gift of the Givers, menyatakan komitmennya untuk mengakomodasi para pengunjung selama mereka tinggal di sana.

Pendiri badan amal tersebut, Imtiaz Sooliman, mengatakan kepada penyiar publik SABC bahwa ia tidak tahu siapa yang menyewa pesawat tersebut. Pesawat pertama yang membawa 176 warga Palestina telah mendarat di Johannesburg pada 28 Oktober, dengan beberapa penumpang berangkat ke negara lain.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement