REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Abu Ubaidah, juru bicara Brigade Qassam, sayap militer Hamas, mengumumkan hilangnya kontak dengan kelompok yang menyandera tentara Israel Edan Alexander, yang memegang kewarganegaraan Amerika di Gaza. Kehilangan kontak itu setelah pemboman Israel menargetkan lokasi mereka di Jalur Gaza.
Ia menambahkan, dalam postingan di Telegram, Brigade Qassam masih berusaha menjangkau mereka. Merujuk Aljazirah, Abu Ubaidah menjelaskan bahwa penilaian mereka menunjukkan bahwa “tentara pendudukan sengaja berusaha meringankan tekanan dari tahanan yang memiliki dua kewarganegaraan untuk melanjutkan perang pemusnahan terhadap rakyat kami.”
Bertepatan dengan pengumuman ini, Brigade Qassam menyiarkan pesan video kepada keluarga tahanan Israel, yang berbunyi: "Bersiaplah. Segera putra-putra Anda akan kembali dalam peti mati hitam." "Kepemimpinan Anda telah menandatangani keputusan untuk mengeksekusi para tahanan dan telah menyiapkan tempat pemakaman mereka."
Hal ini terjadi setelah Brigade tersebut menyiarkan rekaman video pada Sabtu yang menunjukkan Alexander meminta Presiden AS Donald Trump untuk campur tangan guna menjamin pembebasannya dan menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menelantarkan tahanan di Gaza.
Ini adalah rekaman video keduanya, setelah rekaman video sebelumnya yang disiarkan oleh Brigade pada 30 November 2024, di mana dia mengatakan dia tidak ingin mengalami nasib yang sama seperti rekan senegaranya dari Amerika, Hersh Goldberg Polin, yang diumumkan oleh Brigade Qassam dibunuh oleh pasukan pendudukan Israel.
Hamas telah mengumumkan persetujuannya untuk membebaskan Alexander, bersama dengan empat jenazah lainnya, sebagai tanggapan atas usulan AS. Hal ini terjadi setelah Israel mengingkari perjanjian gencatan senjata dan melanjutkan perang pemusnahannya di Jalur Gaza.
Menurut koresponden Aljazirah, ada kekhawatiran serius di antara warga Palestina di Jalur Gaza bahwa ada kepentingan Amerika dalam menjamin pembebasan Edan Alexander dari penawanan di Jalur Gaza. Jika kematiannya terkonfirmasi, berarti tidak ada tekanan yang akan diterapkan terhadap Netanyahu dan pemerintahannya.
Masyarakat juga khawatir bahwa hal ini mungkin menjadi alasan bagi Netanyahu untuk memperpanjang tindakan genosida di Jalur Gaza, dan menggunakannya sebagai alasan untuk melanjutkan serangan udara dan invasi darat.
Sebelumnya, ayah Edan Alexander mengeluarkan pernyataan menanyakan bagaimana Netanyahu berencana membebaskan tawanan tanpa mengakhiri perang. Hal itu disampaikan Adi Edan saat berbicara kepada jaringan televisi AS NewsNation tentang penahanan putranya.
“Dan bagi Perdana Menteri [Netanyahu], pertanyaannya tetap sama: Bagaimana Anda berencana untuk mengeluarkan sandera terakhir tanpa mengakhiri perang ini dan tanpa berkomitmen pada tahap kedua dari kesepakatan ini?” kata Alexander dalam wawancara, Senin. Alexander juga mengatakan dia bertanya-tanya “kapan Presiden Trump akan kehilangan kesabaran dengan situasi ini”, mengacu pada Netanyahu yang memulai kembali perang.