REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Brigadir Polisi Ade Kurniawan (AK). Dia dinyatakan terbukti melanggar beberapa pasal Kode Etik Profesi Polri (KEPP) dalam kasus dugaan pembunuhan yang dilakukannya terhadap bayi laki-lakinya sendiri.
Sidang KKEP dengan terduga pelanggar Brigadir AK digelar di Ruang Sidang Profesi Bidpropam Polda Jawa Tengah (Jateng), Kamis (10/4/2025). Brigadir AK menjabat sebagai Banit II Subdit IV Ditintelkam Polda Jateng. Sidang digelar pukul 10.30 WIB dan tuntas dilaksanakan pukul 16.30 WIB.
Hakim sidang KKEP terhadap Brigadir AK adalah Penyidik Madya I Ditresnarkoba Polda Jateng AKBP Edi Wibowo. Sebanyak enam saksi dihadirkan dalam persidangan etik tersebut. Salah satunya DJP, yakni pasangan Brigadir AK. DJP adalah ibu dari NA, bayi berumur dua bulan yang diduga dibunuh oleh Brigadir AK. Ibu DJP, Siti Nurmala, juga dihadirkan sebagai saksi.
Dalam sidang KKEP, AKBP Edi sempat memaparkan fakta-fakta yang dianggap menjadi bukti pelanggaran kode etik Brigadir AK. Edi mengatakan, pada Oktober 2023, Brigadir AK yang belum secara resmi bercerai dengan istri sahnya melakukan hubungan badan dengan DJP.
Edi menambahkan bahwa sejak November 2023 hingga Maret 2025, Brigadir AK hidup bersama tanpa ikatan perkawinan dengan DJP. Mereka kemudian memiliki bayi laki-laki berinisial NA.
"Selain itu terduga pelanggar diduga melakukan tindak pidana menghilangkan nyawa anak di bawah umur bernama Nazaska Arkatama yang saat ini perkaranya ditangani oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Tengah," kata dia ketika membacakan vonis KKEP terhadap Brigadir AK.
Edi mengungkapkan, berdasarkan kesimpulan penilaian maupun pertimbangan hukum terhadap fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, didukung dengan alat bukti sah, Brigadir AK dinyatakan melanggar KEPP. Edi mengatakan, Brigadir AK melanggar Pasal 13 ayat (1) PPRI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, Juncto Pasal 7 huruf F Perpol Nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
Pasal lain yang dijeratkan kepada Brigadir AK yakni Pasal 13 ayat (1) PPRI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, Juncto Pasal 8 huruf C angka 2, 3, dan 4 Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Polri dan Komisi Kode Etik Polri, Pasal 13 ayat (1) PPRI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, Juncto Pasal 13 ayat huruf F Perpol Nomor 7 Tahun 2002 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
"Menjatuhkan sanksi berupa: A) Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela. B) Pelaksanaan patsus 15 hari sudah dilaksanakan. C) pemberhentian tidak dengan hormat," kata AKBP Edi Wibowo dalam putusannya.
Peristiwa dugaan pembunuhan bayi oleh Brigadir AK terjadi pada 2 Maret 2025, tepatnya di sekitar Pasar Peterongan, Kota Semarang. Dia diduga membunuh bayinya di dalam mobil, yakni ketika DJP tengah ke pasar untuk berbelanja.
Ketika DJP kembali ke mobilnya, dia melihat bibir bayinya telah membiru. Melihat bayinya dalam kondisi demikian, DJP panik. Dia sempat menepuk-nepuk dan mengelus-ngelus punggung NA. Pada momen itu, Brigadir AK menyampaikan kepada DJP bahwa NA sempat tersedak dan gumoh.
DJP kemudian memutuskan membawa bayinya ke Rumah Sakit (RS) Roemani dan dirawat di ruang ICU. Pada 3 Maret 2025, kondisi kesehatan NA terus mengalami penurunan dan akhirnya meninggal dunia.
Menurut keterangan yang diperoleh kuasa hukum dari pihak RS Roemani, NA meninggal akibat mengalami gagal pernapasan. Setelah dinyatakan meninggal, NA kemudian langsung dikebumikan. NA dimakamkan di kampung halaman Brigadir AK di Purbalingga.
Kecurigaan DJP terkait kematian anaknya mulai menguat pasca pemakaman NA. Sebab setelah itu, Brigadir AK, yang merupakan personel Polda Jateng, seperti berusaha menghindar dan menghilang. "Brigadir AK ini semacam kabur. Hilang. Tidak diketahui. Tidak diketahui keberadaannya," ungkap Alif Abdurahman, kuasa hukum DJP, ketika menggelar konferensi pers di Kota Semarang pada 11 Maret 2025.
Karena Brigadir AK menghilang, DJP akhirnya melaporkan Brigadir AK ke Polda Jateng pada 5 Maret 2025 karena didorong kecurigaannya. Laporannya teregistrasi dengan nomor LP/B/38/III/2025/SPKT/Polda Jawa Tengah. Polda Jateng menetapkan Brigadir AK sebagai tersangka pada 25 Maret 2025. Sebelumnya dia sudah menjalani penempatan khusus (patsus) di Mapolda Jateng.