Kamis 10 Apr 2025 20:19 WIB

Brigadir AK Ajukan Banding Putusan Pemecatan tak Hormat dari KKEP

Peristiwa dugaan pembunuhan bayi oleh Brigadir AK terjadi pada 2 Maret 2025.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Israr Itah
Brigadir Ade Kurniawan (AK) mendengarkan putusan sidang Komisi Kode Etik Polri yang digelar di Ruang Sidang Profesi Bidpropam Polda Jawa Tengah (Jateng), Kamis (10/4/2025). Brigadir AK adalah tersangka kasus dugaan pembunuhan bayinya sendiri yang kini sedang ditangani Ditreskrimum Polda Jateng.
Foto: REPUBLIKA/Kamran Dikarma
Brigadir Ade Kurniawan (AK) mendengarkan putusan sidang Komisi Kode Etik Polri yang digelar di Ruang Sidang Profesi Bidpropam Polda Jawa Tengah (Jateng), Kamis (10/4/2025). Brigadir AK adalah tersangka kasus dugaan pembunuhan bayinya sendiri yang kini sedang ditangani Ditreskrimum Polda Jateng.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) telah menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Brigadir Polisi Ade Kurniawan (AK). Putusan itu terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus pembunuhan bayinya sendiri.

Sidang KKEP dengan terduga pelanggar Brigadir AK digelar di Ruang Sidang Profesi Bidpropam Polda Jawa Tengah (Jateng), Kamis (10/4/2025). Brigadir AK menjabat sebagai Banit II Subdit IV Ditintelkam Polda Jateng. Sidang digelar pukul 10.30 WIB dan tuntas dilaksanakan pukul 16.30 WIB.

Baca Juga

Hakim sidang KKEP terhadap Brigadir AK adalah Penyidik Madya I Ditresnarkoba Polda Jateng AKBP Edi Wibowo. Sebanyak enam saksi dihadirkan dalam persidangan tersebut. Salah satunya DJP, yakni pasangan Brigadir AK. DJP adalah ibu dari NA, bayi berumur dua bulan yang diduga dibunuh oleh Brigadir AK. Ibu dari DJP, Siti Nurmala, juga dihadirkan sebagai saksi.

Dalam putusannya, AKBP Edi menyatakan Brigadir AK melanggar beberapa pasal Kode Etik Profesi Polri. "Menjatuhkan sanksi berupa: A) Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela. B) Pelaksanaan patsus 15 hari sudah dilaksanakan. C) pemberhentian tidak dengan hormat," kata AKBP Edi Wibowo dalam putusannya.

Setelah pembacaan putusan, AKBP Edi bertanya kepada Brigadir AK apakah menerima putusan tersebut. "Siap, saya pikir-pikir, Komandan," ujar Brigadir AK menjawab pertanyaan tersebut.

AKBP Edi kemudian menjelaskan bahwa pengajuan banding dapat dilakukan dalam kurun tiga hari setelah putusan dibacakan. Setelah itu, Brigadir AK dikawal meninggalkan ruang sidang.

Kuasa hukum Brigadir AK, Moh Harir, mengonfirmasi bahwa kliennya akan mengajukan banding atas putusan PTDH yang dijatuhkan KKEP. "Kami yakin yang diputus sidang komisi kode etik ini masih bisa kita perjuangkan. Harapannya dalam banding tersebut juga akan dimenangkan klien kami," ujar Moh Harir.

Menurutnya, pasal-pasal pelanggaran Kode Etik Polri yang dijeratkan pada Brigadir AK masih bisa diuji kembali. "Klien kami ingin tetap menjadi Polri," kata Moh Harir.

Dalam Sidang KKEP, Brigadir AK dinyatakan melanggar Pasal 13 ayat (1) PPRI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri Juncto Pasal 7 huruf F Perpol Nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Pasal lain yang dijeratkan kepada Brigadir AK yakni Pasal 13 ayat (1) PPRI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri Juncto Pasal 8 huruf C angka 2, 3, dan 4 Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Polri dan Komisi Kode Etik Polri serta Pasal 13 ayat (1) PPRI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri Juncto Pasal 13 ayat huruf F Perpol Nomor 7 Tahun 2002 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.

Peristiwa dugaan pembunuhan bayi oleh Brigadir AK terjadi pada 2 Maret 2025, tepatnya di sekitar Pasar Peterongan, Kota Semarang. Dia diduga membunuh bayinya di dalam mobil, yakni ketika DJP tengah ke pasar untuk berbelanja.

Ketika DJP kembali ke mobilnya, dia melihat bibir bayinya telah membiru. Melihat bayinya dalam kondisi demikian, DJP panik. Dia sempat menepuk-nepuk dan mengelus-ngelus punggung NA. Pada momen itu, Brigadir AK menyampaikan kepada DJP bahwa NA sempat tersedak dan gumoh.

DJP kemudian memutuskan membawa bayinya ke Rumah Sakit (RS) Roemani dan dirawat di ruang ICU. Pada 3 Maret 2025, kondisi kesehatan NA terus mengalami penurunan dan akhirnya meninggal dunia.

Menurut keterangan yang diperoleh kuasa hukum dari pihak RS Roemani, NA meninggal akibat mengalami gagal pernapasan. Setelah dinyatakan meninggal, NA kemudian langsung dikebumikan. NA dimakamkan di kampung halaman Brigadir AK di Purbalingga.

Kecurigaan DJP terkait kematian anaknya mulai menguat pasca pemakaman NA. Sebab setelah itu, Brigadir AK, yang merupakan personel Polda Jateng, seperti berusaha menghindar dan menghilang. "Brigadir AK ini semacam kabur. Hilang. Tidak diketahui. Tidak diketahui keberadaannya. Semakin janggal si ibu dan neneknya (ibu DJP)," ungkap Alif Abdurahman, kuasa hukum DJP, ketika menggelar konferensi pers di Kota Semarang pada 11 Maret 2025.

Karena Brigadir AK menghilang, DJP, didorong dengan kecurigaannya, akhirnya melaporkan Brigadir AK ke Polda Jateng pada 5 Maret 2025. Laporannya teregistrasi dengan nomor LP/B/38/III/2025/SPKT/Polda Jawa Tengah. Polda Jateng menetapkan Brigadir AK sebagai tersangka pada 25 Maret 2025. Sebelumnya dia sudah menjalani penempatan khusus (patsus) di Mapolda Jateng. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement