REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengungkapkan kekhawatiran mengenai perpanjangan usia pensiun tentara. Salah satunya mengenai hambatan terhadap regenerasi kepemimpinan di TNI.
Hal itu disampaikan Khairul menyangkut wacana perubahan pasal 57 dalam revisi undang-undang TNI yang tengah digodok pemerintah dan DPR RI. Pasal itu mengatur masa usia pensiun anggota TNI.
"Jika diperpanjang tanpa perencanaan matang, bisa menghambat regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI. Namun, jika kenaikan ini disertai penataan sistem karier, bisa meningkatkan kesejahteraan prajurit dan memanfaatkan pengalaman mereka lebih lama," kata Khairul pada Republika, Senin (17/3/2025).
Khairul mendorong perubahan usia pensiun tentara berkontribusi terhadap efektivitas organisasi dan tetap sejalan dengan kebutuhan regenerasi serta profesionalisme TNI. Sebagai contoh, perwira tinggi memiliki porsi tugas yang lebih strategis dan berbasis pengalaman, sehingga perpanjangan usia pensiun mereka lebih masuk akal.
"Sebaliknya, Bintara dan Tamtama lebih banyak bertugas dalam fungsi teknis dan operasional, yang sering kali membutuhkan kemampuan fisik prima," ujar Khairul.
Khairul menyebut kalau usia pensiun bintara dan tamtama dinaikkan tanpa mempertimbangkan dinamika operasional dan kebutuhan organisasi, ada beberapa konsekuensi yang bisa muncul. Pertama, regenerasi prajurit bisa terhambat.
View this post on Instagram