Sabtu 14 Dec 2024 09:12 WIB

Mantan Komisioner KPU: Pilkada Melalui DPRD Membuka Praktik ‘Perkoncoan’ Kotor para Elite!

Prabowo mengusulkan pemilihan kepala daerah dikembalikan atau dipilih oleh DPRD.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Mas Alamil Huda
Petugas KPPS mengenakan seragam sekolah saat melayani pemilih pada Pilkada serentak 2024 di TPS 005, Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas KPPS mengenakan seragam sekolah saat melayani pemilih pada Pilkada serentak 2024 di TPS 005, Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dinilai merugikan rkayat sebagai pemegang hak konstitusional dalam memilih siapa pemimpinnya. Menurut mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay, pemilihan kepala daerah melalui DPRD akan membuka ruang kembalinya praktik-praktik ‘perkoncoan’ kotor para elite partai politik (parpol) yang sarat korupsi, bahkan pemerasan.

Kata Hadar, usulan untuk mengembalikan kewenangan DPRD dalam memilih kepala daerah, sebagai langkah politik sapu bersih penguasaan kursi kekuasaan dari tingkat nasional sampai daerah. Karena parpol-parpol yang berhasil memenangkan kontestasi kepemimpinan di tingkat nasional dan menguasai pemerintahan pusat, bakal otomatis turut juga menguasai kursi-kursi DPRD melalui koalisi. Menurut Hadar, keadaan politik yang seperti itu hanya bakal merugikan masyarakat.

Baca Juga

“(Pilkada melalui DPRD) tentunya lebih baik bagi pemerintahan yang didukung oleh koalisi besar, yang mengusai DPRD. Namun bagi masyarakat, tentu tidak (menguntungkan) karena akan kehilangan hak konstitusionalnya untuk bisa memilih pemimpin daerah yang sesuai harapan,” begitu kata Hadar saat dihubungi Republika dari Jakarta, Sabtu (14/12/2024).

Kata Hadar, banyak sisi negatif dari pilkada melalui DPRD yang dipraktikkan di masa lalu. Dan catatan minus itu, menjadi pelajaran dalam usaha pembangunan sistem pemilihan langsung kepala daerah yang sejak 2004 hingga saat ini terus dipertahankan.

Di antara catatan minus pemilihan kepala daerah melalui DPRD itu, sarat akan praktik-praktik korupsi. Karena kata Hadar, dengan pilkada melalui DPRD yang pernah dipraktikkan di masa lalu, mengundang konsekuensi adanya laporan pertanggungjawaban kepala daerah terpilih ke DPRD sebagai lembaga yang memilih. Dan dari laporan pertanggungjawaban tersebut, mengundang transaksional.

“Pemilihan kepala daerah lewat DPRD mengakibatkan kepala daerah terpilih harus bertanggung jawab kepada DPRD yang akhirnya setiap tahun harus memberikan pertanggungjawabannya. Dan itu sering menjadi arena pemerasan,” kata Hadar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement