REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Nasional Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N Suparman, menolak wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) secara tertutup melalui DPRD. Ia menilai, wacana yang sempat dilontarkan Presiden Prabowo Subianto tersebut dapat membuat penegakan otonomi daerah dan desentralisasi mengalami kemunduran.
"Penentuan kepala daerah oleh DPRD bisa melemahkan otonomi daerah karena kandidat yang diusung partai politik diputuskan oleh pimpinannya di pusat,” kata Herman saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Herman pun menepis argumentasi bahwa pilkada menghabiskan biaya yang sangat besar. Menurut dia, anggaran untuk pilkada yang mencapai Rp 37,5 triliun tidak terlalu besar, karena terbagi untuk 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. "Saya kira itu angkanya tidak terlalu besar untuk agenda lima tahunan," ucap Herman.
Dia pun menegaskan, pemilihan gubernur (pilgub), wali kota (pilwalkot), dan bupati (pilbup) harus dipilih oleh rakyat. Jika wacana pilkada secara tertutup terealisasi, sambung dia, hal itu akan melanggar amanah dari konstitusi.
"Makanya saya saya aneh kok elit-elit partai banyak yang setuju. Karena pemilihan langsung oleh rakyat itu adalah amanah konstitusi," kata Herman.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya mengusulkan pesta demokrasi untuk memilih DPRD saja. Setelah itu, DPRD nantinya akan memilih gubernur hingga bupati. Menurut Prabowo, sistem itu lebih efisien dan bisa menekan anggaran negara.
"Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati," kata Prabowo dalam Puncak Perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024) malam WIB.
Menurut Prabowo, opsi itu bisa dilakukan untuk menekan banyaknya anggaran yang dialokasikan untuk menggelar pilkada. Anggaran sebesar itu, menurut Prabowo, lebih baik digunakan untuk kebutuhan masyarakat.