REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) belum menetapkan banjir di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat sebagai bencana nasional. BNPB beralasan hal itu merupakan kewenangan Presiden RI Prabowo Subianto.
BNPB mengaku tak punya kewenangan menetapkan suatu bencana sebagai bencana nasional. Sehingga kritik masyarakat mestinya tak ditujukan ke BNPB soal status bencana nasional.
"Kewenangan penetapannya bukan di BNPB," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari kepada Republika, Senin (1/12/2025).
BNPB memastikan penetapan status bencana nasional menjadi wewenang Presiden. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
"Pasal 51 yang menetapkan bahwa Presiden berwenang menetapkan status keadaan darurat bencana nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres)," ujar Abdul.
Diketahui, penetapan status bencana nasional berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Lewat aturan tersebut, pemerintah pusat mempunyai kewenangan menetapkan status bencana nasional sesuai besarnya dampak dan kemampuan daerah dalam menangani situasi. Sehingga tidak semua bencana besar otomatis ditetapkan sebagai bencana nasional.
Dalam Pasal 7 ayat 2 UU Bencana terdapat lima indikator penetapan status, yaitu jumlah korban, jerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Kalau dampak bencana melewati kemampuan pemerintah daerah dan memerlukan intervensi pemerintah pusat, maka status bisa dinaikkan menjadi bencana nasional. Dari Pedoman Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana yang diterbitkan BNPB, penetapan status bencana nasional pun mempertimbangkan kemampuan daerah menerapkan sistem tanggap darurat. Di saat pemerintah daerah dinilai mampu melakukan penanganan, koordinasi, dan pemulihan, maka status bencananya tetap sebagai bencana daerah.
Lihat postingan ini di Instagram