REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada pada Rabu (21/8/2024). Namun, RUU Pilkada itu dinilai bermasalah oleh banyak pihak lantaran tak sesuai dengan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK) sehari sebelumnya.
Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi atau Awiek mengatakan, masyarakat berhak menilai kinerja yang telah dilakukan oleh para wakil rakyat di Senayan. Namun, ia menegaskan, pihaknya bekerja atas nama konstitusi untuk membuat Undang-Undang (UU) sesuai yang diamanatkan oleh Pasal 20 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Itu hak masing-masing publik untuk menilai, tapi kami bekerja atas nama konstitusi," kata dia di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu sore.
Awiek menjelaskan, tugas MK adalah menolak atau membatalkan norma yang tercantum dalam UU. Namun, tugas untuk merumuskan UU bukan berada di tangan MK, melainkan DPR.
Menurut dia, RUU Pilkada yang telah disepakati mayoritas fraksi partai politik di DPR itu sama sekali tidak mengubah atau membatalkan putusan MK. Ia menilai, RUU Pilkada justru mengadopsi putusan MK.
"Tapi (kami) mengadopsi putusan MK dengan kemudian lebih mendetailkan. Mendetailkan apa? Terkait dengan partai-partai non-parlemen itu diatur tersendiri, terkait dengan parpol-parpol yang ada kursi di partemen itu diatur tersendiri," ujar dia.
Ia menjelaskan, DPR memiliki kewenangan untuk membuat norma baru dalam UU, bahkan ketika ada putusan MK yang mempersoalkan norma itu. Namun, DPR selalu mempertimbangkan putusan MK dalam setiap membentuk UU.
"Kami tidak membatalkan, tidak merevisi, tidak apa ya. Kan tetap berlaku dari poin A, B, C, D-nya tetap gitu kan.bTetapi lebih dikerucutkan, lebih dieksplesitkan untuk membedakan partai yang ada kursi di DPRD dan partai yang tidak ada kursi di DPRD," kata Awiek.
Ia juga membantah anggapan bahwa DPR hendak menjegal langkah PDIP di Pilgub DKI Jakarta dengan RUU Pilkada. Pasalnya, RUU Pilkada itu akan berlaku di setiap daerah yang menggelar Pilkada.
"Kita ini kan hanya fokus ke salah satu provinsi ataupun daerah saja. Coba lihat di sejumlah kabupaten, kota dan provinsi, pasti ketentuan ini juga ber-impact dan berkembang," ujar Awiek.
Diketahui, dalam Pasal 40 RUU Pilkada, Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 hanya berlaku untuk partai politik atau gabungan partai politik nonparlemen. Sementara partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD tetap diberikan ambang batas 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah untuk mencalonkan kepala daerah, sesuai norma dalam UU Pilkada sebelum adanya putusan MK.