REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga penyiaran di Indonesia menghadapi tantangan, salah satunya UU Penyiaran yang belum dilakukan amandemen. Padahal UU itu telah berusia lebih dari 22 tahun, sementara teknologi digital terus berkembang pesat.
Oleh karena itu Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof Dr Ma’mun Murod, MSi, mendorong pemerintah khususnya DPR RI agar segera membahas amandemen UU Penyiaran. Hal itu disampaikan saat Kick Off Konferensi Penyiaran Indonesia 2024 di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), tepatnya di Auditorium dr Syafri Guricci, Kamis (4/7/2024).
“Amandemen UU Penyiaran sampai saat ini masih belum ada tanda berakhir, penyelesaian, atau wujud UU yang baru. Padahal usianya sudah lebih dari 22 tahun,” kata Ma’mun saat memberikan sambutan.
Aturan penyiaran sangat penting terlebih berkaitan dengan pengukuhan ideologi bangsa Indonesia. Ma’mun mengaku risau dengan perkembangan penyiaran dengan kehadiran platform media baru. Banyak konten siaran yang tidak bisa dikontrol, misalnya saja perihal LGBT.
“Penting adanya pembahasan terkait UU Penyiaran baru supaya komprehensif dan tetap mengedepankan khas Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan UU NRI 1945,” tegas Ma’mun.
Pernyataan itu dibenarkan oleh Ubaidillah, Ketua KPI Pusat. Ia mengaku, KPI Pusat belum menerima naskah RUU Penyiaran. “Kami tidak tahu RUU dari baleg (badan legislatif) akan dibahas pemerintah di periode ini atau periode selanjutnya,” kata Ubaidillah.
Acara ini juga disambut baik oleh Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah Prof Dr Muchlas, MT. “Atas nama persyarikatan Muhammadiyah kami bangga dan mengucapkan terima kasih kepada KPI yang bekerja sama degan UMJ menyelenggarakan konferensi,” ungkapnya.
Ia menyoroti perubahan kebiasaan masyarakat yang didominasi oleh generasi milenial dan generasi z akibat adanya transformasi digital. Itu menurutnya penting untuk dikaji agar menjadi salah satu aspek masukan untuk UU penyiaran.
“Transformasi digital secara infrastruktur sudah berjalan sejak 2022, tapi di sisi lain kita masih harus mempertanyakan bagaimana aspek psikis ke depannya?” ungkap Muchlas yang juga Rektor Universitas Ahmad Dahlan ini.
Muchlas juga menyambut baik kerja sama yang disepakati oleh UMJ, KPI, APIK PTMA, dan Prodi Ilmu Komunikasi. Melalui kerja sama itu, Muchlas menilai memiliki potensi besar karena PTMA di seluruh Indonesia jumlahnya 172 serta 58 Program Studi Ilmu Komunikasi yang tergabung dalam APIK PTMA.
“Kerja sama PTMA bisa dalam berbagai bentuk seperti program magang mahasiswa, riset bersama, konferensi dan lainnya. KPI juga barangkali bisa membuat program KPI Goes to Campus. Saya kira ini sangat baik. Ini potensi besar untuk menjalin kerja sama,” kata Muchlas.
Seminar bertajuk ““Opportunnities and Challenges of Indonesian Broadcasting Industry in The Digital Transformation Era” ini menghadirkan para pakar yang membahas tren dan tantangan serta peluang industri media penyiaran secara global.
Pembicara utama (keynote speech) pada seminar yaitu Direktur Jenderal Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kemenkominfo RI, Wayan Toni Supriyanto, ST, MM. Ia mengatakan, konten khususnya televisi memerlukan biaya besar yang ditentukan dari penerimaan belanja iklan. Dengan kata lain jika konten penyiaran berkualitas berarti pemasukan periklanan sangat memadai.
“Belanja periklanan sangat dtentunkan oleh keadaan ekonomi makro, jika ekonomi makro dalam keadaan sebaik baiknya, semestinya belanja iklan akan gencar dilakukan,” ungkapnya
Jika melihat ekonomi makro selama dua dekade terakhir Indonesia relatif stabil dengan pendapatan sekitar lima persen. Melalui data tersebut, jika industri penyiaran tidak mendapatkan dampak maka bisa dikatakan industrinya tidak sehat dan kompetisinya cenderung tidak adil.
Selain itu seminar juga menghadirkan lima narasumber yaitu Ketua Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia Prof Ermaya Suradinata, SH, MH, MS, Komisioner KPI Pusat Amin Shabana, Praktisi Industri Televisi sekaligus Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UMJ Dr Makroen Sanjaya, MSos, Ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia M Rafiq, dan Dosen Bidang Ilmu Hukum Ekonomi dan Teknologi di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia Angga Priancha, SH,LLM.
Kelima narasumber menjelaskan peluang dan tantangan Indonesia dalam transformasi digital. Selain dapat mencapai audiens lebih luas serta meningkatkan kreativitas memproduksi konten, transformasi digital juga menghadapi tantangan cukup banyak dan menimbulkan ancaman serius.
Tatangan yang begitu kentara ialah terkait regulasi yang hanya menyasar pada lembaga penyiaran televisi dan radio saja. Sementara penyiaran di platform media baru tidak ada aturan ketat sehingga dapat memproduksi konten denfan bebas.
Kelima narasumber yang membahas secara spesifik dari sisi televisi, radio dan artificial intelligence mendorong adanya regulasi terkait penyiaran agar masyarakat Indonesia mendapatkan informasi dan menikmati konten sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia.
Konferensi Penyiaran Indonesia merupakan gelaran rutin Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang kali ini menggandeng Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMJ dan Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (APIK PTMA).