Kamis 04 Jul 2024 17:40 WIB

80 Ribu Anak di Bawah 10 tahun Main Judi Online, DPRD DKI: Kalau Warga DKI Setop KJP-nya

Jika ada murid sekolah main judi online, maka sekolah diimbau membina si siswa.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Erdy Nasrul
Warga berjalan di depan spanduk sosialisasi larangan judi online di Kantor Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (1/7/2024). Spanduk tersebut dipasang di sejumlah titik jalan dan kelurahan di wilayah Kecamatan Bogor Selatan karena berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan bahwa di kecamatan tersebut tercatat menjadi wilayah dengan nilai total transaksi judi online paling tinggi di Indonesia dengan pelaku judi online mencapai 3.720 orang dan perputaran uang sebanyak Rp349 miliar.
Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Warga berjalan di depan spanduk sosialisasi larangan judi online di Kantor Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (1/7/2024). Spanduk tersebut dipasang di sejumlah titik jalan dan kelurahan di wilayah Kecamatan Bogor Selatan karena berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan bahwa di kecamatan tersebut tercatat menjadi wilayah dengan nilai total transaksi judi online paling tinggi di Indonesia dengan pelaku judi online mencapai 3.720 orang dan perputaran uang sebanyak Rp349 miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online mendeteksi sebanyak 2 persen atau 80 ribu anak usia di bawah 10 tahun ikut bermain judi daring atau judi online. Artinya, anak-anak itu masih berstatus pelajar.

Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Elva Farhi Qolbina mengatakan, perlu adanya sanksi tegas bagi pelajar yang terlibat judi online. Menurut dia, sanksi tegas itu akan menimbulkan efek jera bagi siswa yang ketahuan bermain judi online.

Baca Juga

“Bahkan perlu dipertimbangkan pencabutan KJP bagi yang ketahuan bermain judi online," kata dia melalui keterangannya, Rabu (3/7/2024).

Ia menambahkan, sanksi juga harus diimbangi dengan pendekatan edukatif dan rehabilitatif. Artinya, sekolah harus memberikan konseling dan bimbingan kepada siswa yang kedapatan bermain judi online, sehingga dapat memahami akar permasalahan dan memberikan solusi yang menyeluruh.

"Kerja sama antara sekolah, orang tua, dan instansi terkait sangat penting untuk memastikan anak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk keluar dari perilaku negatif ini,” ujar Elva.

Selain itu, Dinas Pendidikan (Disdik) harus berkoordinasi dengan Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) untuk memblokir seluruh situs judi online. Mengingat, situs judi online masih mudah untuk diakses, termasuk oleh kalangan pelajar. Pasalnya, fakta adanya anak-anak di bawah usia 10 tahun sudah terlibat dalam judi online menunjukkan adanya celah besar dalam pengawasan.

Karena itu, Disdik juga diminta untuk memperkuat program pendidikan karakter dan literasi digital di sekolah-sekolah dan sosialisasi tentang bahaya judi online serta dampaknya. “Pengawasan penggunaan internet di sekolah juga harus ditingkatkan untuk memastikan siswa tidak mengakses konten yang berbahaya,” kata dia.

Selain itu, Elva mengatakan, orang tua juga memiliki peran dalam mengawasi dan memantau aktivitas anak saat menggunakan gawai. Ia menilai, orang tua harus menyediakan waktu untuk berdialog dengan anak tentang bahaya judi online dan memberikan alternatif kegiatan yang positif dan menyenangkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement