Kamis 16 May 2024 14:24 WIB

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Nomenklatur Kementerian Hak Prerogatif Presiden Terpilih

Radian menyebut UU Kementerian bisa direvisi menyesuaikan kebutuhan presiden terpilih

Pakar hukum tata negara (HTN) STIH IBLAM Radian Syam saat berbicara dalam dialok publik di STIH IBLAM di Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Foto: dok istimewa
Pakar hukum tata negara (HTN) STIH IBLAM Radian Syam saat berbicara dalam dialok publik di STIH IBLAM di Jakarta, Rabu (15/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara (HTN) STIH IBLAM Radian Syam menilai presiden terpilih Prabowo Subianto memiliki hak prerogatif menentukan menteri dan jumlah kementerian negara. Menurut dia, nomenklatur kementerian bisa berubah sesuai dinamika dan tuntutan zaman.

"(Penentuan menteri) itu hak prerogatif Presiden di dalam membentuk pemerintahan. Itu disebut secara tegas dalam UUD 1945 (Konsitusi)," ujar Radian dalam Dialog Publik yang digelar STIH IBLAM di Kampus Pasar Minggu, dalam keterangan, Rabu (15/5/2024).

Baca Juga

Radian menambahkan, jumlah kementerian bisa berubah sesuai kebutuhan presiden terpilih. Ia menegaskan, Undang-Undang bisa diubah untuk mengakomodir kepentingan presiden terpilih.

Apalagi menurut Radian, aturan tersebut juga belum menyatakan secara jelas urusan pemerintahan yang perlu dipertajam, Kementerian baru yang perlu dibuat, dan pembentukan kabinet ahli. Dirinya memastikan Presiden Terpilih (Prabowo Subianto) memiliki alasan yang sangat rasional untuk menambah Kementerian Negara. "Kondisi-kondisi tersebut melahirkan urgensi untuk melakukan penambahan Kementerian. Konstitusi memberikan landasan pemerintahan Prabowo untuk melakukan hal tersebut," ujarnya. 

Radian pun mengingatkan Prabowo-Gibran memiliki sejumlah janji kampanye yang yang harus dipenuhi selama pemerintahan mendatang. Setidaknya, ungkap Radian, ada sembilan program yang harus dilakukan Prabowo-Gibran. 

Misalnya swasembada pangan, penyempurnaan penerimaan negara, pemberantasan kemiskinan, penguatan pendidikan dan penguatan pertahanan dan keamanan negara. Radian menegaskan agar seluruh visi misi Prabowo-Gibran tidak boleh terganjal UU Kementerian Negara. "Jangan sampai visi-misi Presiden Terpilih Prabowo Subianto terkunci Pasal 15 UU Kementerian Negara. Jangan sampai visi misi nggak jalan," tegasnya.

Radian pun tak ragu menyebut sejumlah nama Kementerian dan Kelembagaan Pemerintahan yang baru. Semisal Kementerian Pajak dan Penerimaan Negara, Kementerian Legislasi Nasional, Kementerian Pangan Nasional, Kementrian Jaminan Sosial Nasional, Kementrian Perbatasan Negara dan Pulau Pulau Terluar, Kementrian Pangan Nasional, Kementrian Masyarakat Hukum Adat, Badan Ketahanan Nasional dan Badan Pertambangan Nasional.

Pengamat politik Qodari menegaskan presiden terpilih memiliki hak konstitusional untuk merevisi dan menambah kementerian negara. Ia bahkan menyebut konstitusi memberi ruang yang tegas bagi Presiden untuk menyesuaikan jumlah Kementerian sesuai dengan visi misinya untuk membangun negara.

"Konstitusi (UUD) itu adalah alat untuk mencapai cita-cita bangsa dan negara. Karena itu, penambahan Kementerian harus disesuaikan dengan kebutuhan dan visi-misi Presiden. Hemat saya, semua Presiden (termasuk Prabowo) bisa diberikan kesempatan untuk mewujudkan visi-misinya," kata dia.

Qodari pun memprediksi Prabowo akan merangkul semua pihak yang terlibat dalam pemenangannya di Pilpres 2024 kemarin. Apalagi secara personal, Prabowo memiliki solidaritas yang tinggi terhadap kawan dan kolega seperjuangannya. 

"Selain konstitusional,  kabinet dan penambahan Kementerian ini juga ada aspek personal wisdom Prabowo Subianto. Prabowo pasti akan merangkul mereka-mereka yang membantu pemenangannya di Pilpres. Misalnya Partai Gelora meski tidak lolos parliament threshold. Tapi bukan itu yang penting, melainkan solidaritasnya yang tinggi," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement