Kamis 16 May 2024 14:13 WIB

JK: Saya Bingung Kenapa Karen Agustiawan Jadi Terdakwa

JK menjelaskan pembelian LNG itu termasuk instruksi yang tercantum dalam Perpres.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla memberikan keterangan saksi dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) dengan terdakwa mantan Direktur Utama Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024). Jusuf Kalla menghadiri sidang lanjutan tersebut untuk dimintai keterangannya sebagai saksi yang meringankan terdakwa.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla memberikan keterangan saksi dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) dengan terdakwa mantan Direktur Utama Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024). Jusuf Kalla menghadiri sidang lanjutan tersebut untuk dimintai keterangannya sebagai saksi yang meringankan terdakwa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan kebingungannya ketika Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan duduk di kursi pesakitan. JK merasa Karen hanya menjalankan tugasnya sebagai orang nomor satu di Pertamina saat itu. 

Hal itu dikatakan JK saat hadir sebagai saksi meringankan bagi eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan. Karen terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Pertamina pada tahun 2011-2014.

 

"Saya juga bingung kenapa dia (Karen) jadi terdakwa. Bingung karena dia menjalankan tugasnya," kata JK dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (16/5/2024).

 

JK menjelaskan pembelian LNG itu termasuk instruksi yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006. Sebab dalam aturan itu Pertamina wajib memenuhi energi gas bumi sebesar 30%. "Instruksinya (kepada Pertamina) harus dipenuhi di atas 30 persen," ucap JK. 

 

JK juga mengingat pernah ikut membahas hal ini. Tapi JK tak tahu kalau Pertamina mengalami untung atau rugi saat itu. 

 

"Kalau suatu kebijakan bisnis, langkah bisnis ada dua kemungkinannya untung atau rugi. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum maka semua BUMN karya harus dihukum," ujar JK. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement