REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jajaran Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya mengungkap laboratorium rumahan terselubung (clandestine laboratory) yang memproduksi narkotika jenis MDMB-4EN-PINACA atau tembakau sintetis (sinte). Uniknya pelaku utama atau pemilik industri rumahan tersebut membeli bahan baku dari China menggunakan mata uang kripto.
“Prekusornya (bahan baku) ini dibeli dari China. Untuk transaksi pembayarannya mereka menggunakan kripto," ujar Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Suyudi Ario Seto saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (2/4/2024).
Menurut Suyudi, rumah industri yang berada di Cluster Mountain View, Jalan Gunung Pangrango, Sentul, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat tersebut memproduksi narkoba jenis baru di Indonesia. Yakni bentuk sintetis marijuana atau ganja. Mereka memasarkan hasil produksinya ke seluruh Indonesia secara online.
Lebih lanjut, kata Suyudi, yang menarik dari industri rumah narkotika jenis sinte ini adalah Pinaca-nya. Biasanya pada kasus-kasus yang pernah diungkap biasanya Pinaca-nya dari luar. Sedangkan pada industri rumahan di Sentul, Bogor Pinaca-nya diproduksi sendiri. Mereka meracik dan membuat narkoba jenis sinte tersebut belajar secara otodidak dari sebuah situs yang berasal dari dalam dan luar negeri.
"Pinaca ini kan jenisnya sintetis, nah ini untuk pembuatan, gorila itu, tembakau gorila. Jadi ini adalah bahan untuk membuat tembakau gorila," kata Suyudi.
Dalam pengungkapan itu, kata Suyudi, jajarannya mengamankan dan menetapkan lima orang sebagai tersangka. Kelima tersangka masing-masing berinisial H dan S dengan peran sebagai peracik di laboratorium, G sebagai kurir, B sebagai reseller, dan F yang berperan sebagai pengendali serta juga pemandu H dan S.
"F ini dia pemodal, aktor intelektual dari kelompok ini, dialah yang memodali, kemudian dia juga yang membeli peralatan dan yang mengarahkan juga untuk membuat narkoba sintetis jenis Pinaca ini," jelas Suyudi.
Berdasarkan pengakuannya, Suyudi mengatakan, tersangka telah menjalankan usaha industri rumahan narkotika sejak enam bulan lalu. Namun dari pengakuannya juga mereka belum mendapatkan keuntungan dari produksi barang haram tersebut. Para karyawan yang juga ditetapkan sebagai tersangka itu mengaku dijanjikan Rp 80 juta-Rp 100 juta tapi hingga ditangkap mereka belum menerimanya.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 113 ayat 2 subsider Pasal 114 ayat 2 lebih subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Para tersangka diancam hukuman maksimal seumur hidup atau 20 tahun penjara.