REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar sidang pemeriksaan saksi pelapor, yakni Forum Mahasiswa Peduli Konstitusi (FORMASI), atas laporan dugaan pelanggaran etik oleh Hakim Konstitusi Guntur Hamzah.
“Siang ini, agendanya mendengar keterangan saksi,” kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (23/4/2024).
Sidang pemeriksaan untuk Perkara Nomor 06/MKMK/L/04/2024 ini dipimpin langsung oleh Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna bersama dengan Anggota MKMK Yuliandri dan Ridwan Mansyur. Sidang digelar tertutup di Ruang Sidang Panel, Gedung 2 MK, Jakarta.
Palguna mengatakan, pihak pelapor menghadirkan tiga ahli, yaitu Ahmad Siboy, Ibnu Samwidodo, dan Basuki Kurniawan. Ketiganya adalah pengurus APHTN HAN Jawa Timur.
Salah satu saksi yang bernama Ahmad Siboy mengatakan, jika berpedoman pada AD/ART organisasi, maka tidak dikenal istilah ketua nonaktif dan yang ada hanyalah pelaksana tugas.
“Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) AD/ART APHTN HAN bahwa pengurus pusat dan pengurus daerah yang menjadi pejabat negara atau pejabat daerah harus mengundurkan diri dari jabatannya. Sementara masa jabatan pihak terlapor sebagai ketua masih sampai 2025 nanti dan saat ini berstatus ketua nonaktif,” kata Ahmad yang menghadiri persidangan secara daring.
Palguna juga mengungkapkan, sebelum sidang pemeriksaan saksi, pihaknya telah memanggil Guntur sebagai hakim terlapor untuk dimintai keterangan, namun ia tidak mengungkapkan isi pertemuan tersebut. Tahapan selanjutnya, lanjut dia, adalah pembacaan putusan pada Kamis (25/4) sore.
“Saat ini sedang drafting putusan. Rencananya, putusan diucapkan tanggal 25 April 2024 sore. Nanti akan ada pemberitahuan ke publik,” ujarnya.
Sebelumnya, Guntur dilaporkan ke MKMK oleh Forum Mahasiswa Peduli Konstitusi (FORMASI) atas dugaan melanggar kode etik karena menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN HAN).
Dalam sidang pendahuluan yang digelar pada Selasa (16/4), pihak FORMASI mengatakan, jabatan tersebut dapat memungkinkan terjalinnya komunikasi antara pengurus atau anggota APHTN HAN dengan Guntur dalam kaitan sebagai ahli dalam suatu perkara yang disidangkan di MK. Selain oleh FORMASI, Guntur juga dilaporkan oleh Gerakan Aktivis Konstitusi (GAS) atas keterkaitannya dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XIX/2023.
GAS menduga Guntur secara nyata melanggar kode etik karena secara konsisten ingin mengabulkan permohonan yang diajukan pemohon dalam perkara tersebut. Karena itu, GAS meminta MKMK untuk tidak melibatkan Guntur dalam penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu 2024.