REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, menyampaikan rasa prihatin atas kondisi demokrasi di Indonesia belakangan. Ia menilai, kultur otoriter penguasa melahirkan praktik-praktik seperti nepotisme.
Dalam pidatonya, ia mengingatkan, awal mula pembentukan MK merupakan kehendak rakyat melalui reformasi. Yang mana, menjadi perlawanan atas watak dan kultur pemerintahan yang memang pada waktu itu otoriter.
"Dalam kultur otoriter dan sangat sentralistik ini lahirlah nepotisme, kolusi, dan korupsi," kata Megawati, Ahad (12/11/2023).
Megawati melihat, apa yang terjadi saat ini mengingatkannya saat menjadi Presiden RI. Tepatnya, ketika diperintahkan melalui perubahan ketiga UUD 1945 yang diatur Pasal 7a, Pasal 24 ayat 2 dan Pasal 24c tentang MK.
"Dari namanya saja, MK ini seharusnya sangat sangat berwibawa," ujar Megawati.
MK, lanjut Megawati, memiliki tugas yang sangat berat dan penting mewakili seluruh rakyat dalam mengawal konstitusi dan demokrasi. Karenanya, Megawati mengaku sangat serius menggarap pembentukannya.
Bahkan, didampingi Mensesneg, Megawati sendiri yang mencarikan gedungnya dan diputuskan berada di dekat Istana. Karenanya, Megawati menyayangkan pula atas apa yang terjadi kepada lembaga seperti MK akhir-akhir ini.
Megawati mengingatkan, praktik-praktik kekuasaan yang otoriter mendorong lahirnya reformasi di Indonesia. Walau melalui proses yang tidak mudah dan tidak indah, kondisi itu menggerakkan rakyat lahirkan demokrasi.
"Semangat reformasi yang berkobar itu menggerakkan rakyat hingga masuk zaman demokrasi," kata Megawati.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi mencopot Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK. MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat.