Selasa 06 Feb 2024 15:04 WIB

Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta Sampaikan Seruan Moral Kemunduran Demokrasi

BKSPTIS menuntut pemerintah menegakkan etika kebangsaan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid menyampaikan pernyataan sikap terkait kondisi politik nasional terkini di UII, Sleman, Kamis (1/2/2024). (Ilusstrasi)
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid menyampaikan pernyataan sikap terkait kondisi politik nasional terkini di UII, Sleman, Kamis (1/2/2024). (Ilusstrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKSPTIS) menyampaikan seruan moral terkait wacana kemunduran demokrasi. Seruan moral tersebut diberi tajuk 'Menyelamatkan Demokrasi dan Menegakkan Daulat Rakyat'.

"Demokratisasi yang telah berumur dua dekade seharusnya menjadi dewasa. Praktiknya, justru sebaliknya, mundur dan mengarah pada otoritarianisme baru," kata Ketua BKSPTIS Fathul Wahid dalam keterangannya, Selasa (6/2/2024).

Baca Juga

BKSPTIS memandang mekanisme check and balances yang berfungsi membatasi kekuasaan kini cenderung melemah dan terpusat pada kelompok tertentu. Kemudian lembaga legislatif juga dinilai tak berdaya melakukan pengawasan.

Sementara lembaga yudikatif, khususnya Mahkamah Konstitusi, disebut BKSPTIS menundukkan diri kepada penguasa dengan membuka ruang partisipasi calon presiden dan wakil presiden secara melawan hukum dan etika.

"Puncaknya, lembaga eksekutif menjadi adidaya. Dampaknya, kedaulatan rakyat perlahan sirna. Demokrasi dibajak, hanya menjadi dekorasi dalam narasi, dan mulai kehilangan substansi. Oligarki semakin mewujud nyata dan menghalalkan segala cara untuk mengangkangi kekuasaan negara," ucap Rektor UII tersebut.

Merespons sejumlah hal tersebut, BKSPTIS menyatakan sejumlah sikapnya.

Pertama menuntut pemerintah menegakkan etika kebangsaan dengan mewujudkan netralitas dalam pelaksanaan pemilihan umum.

"Pemilihan umum merupakan mekanisme lima tahunan untuk menghormati kedaulatan rakyat. Menyelenggarakannya dengan adil adalah tuntutan Konstitusi dan demokrasi," bunyi pernyataan sikapnya.

BKSPTIS juga mendesak pemerintah untuk menempatkan hukum sebagai panglima. Pemerintah wajib tunduk pada semangat negara hukum (rule of law/rechtsstaat) dan bukan negara kekuasaan (machtstaat). BKSPTIS juga  mendorong pemerintah untuk mengembalikan kedaulatan rakyat dengan mendasarkan setiap kebijakan pada kepentingan rakyat, bukan pada kepentingan dan kemauan kelompok elite atau oligarki tertentu.

"Menyeru penyelenggara pemilihan umum untuk bekerja secara profesional dan berintegritas, sehingga menghasilkan pemimpin yang absah dan dapat dipercaya," ucapnya.

BKSPTIS juga mengajak semua elemen bangsa untuk bersama-sama berjuang melawan segala upaya pendangkalan demokrasi, sebagai ikhtiar merawat cita-cita kemerdekaan. Mereka juga mengimbau semua anggota BKSPTIS untuk mendorong civitas academica-nya menggunakan hak suaranya untuk memilih pemimpin yang terbaik, beretika, taat hukum, memiliki rekam jejak yang bersih, sesuai dengan nurani dan tanpa terpengaruh tekanan dari pihak manapun.

"Demikian seruan moral ini disampaikan sebagai ajakan kepada pihak-pihak terkait dan wujud rindu BKSPTIS akan kedewasaan bangsa dalam berdemokrasi," ungkapnya.

Seruan moral tersebut disampaikan sejumlah akademisi dari perguruan tinggi Islam swasta. Antara lain Dr Muhammad Fadhlan (STAIN Mandailing Natal), Assoc Prof Dr Zahra Khusnul Lathifah (Universitas Djuanda), Arie Haura (Universitas Cendekia Abditama), Hanan Wihasto (Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Yogyakarta), Boti Murda'ah Musa (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Serang) Dr Fahrina Yustiasari Liriwati (STAI Auliaurrasyidin Riau).

Selain itu juga ada nama Siti Murtiyani (STEI Hamfara), Amin Ilyas (STEI Napala), Dr Kholifatul Husna Asri (STEI Napala), kemudian Dr Dwi Budiman Assiroji (STID Mohammad Natsir), Sudarmadi Putra (STIM Surakarta),  Dr Sofyan Puji Pranata (STIQ As-Syifa), Dr Fu'ad Arif Noor (STPI Bina Insan Mulia Yogyakarta), hingga Rinda Asytuti (UIN Gusdur Pekalongan).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement