Kamis 31 Aug 2023 14:46 WIB

Menang Gugatan, Dosen UI Minta KPU dan Parpol Penuhi Kuota Caleg Perempuan 

Ketua KPU RI menyatakan, 9.919 nama bakal caleg tak perlu diutak-atik lagi.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Siluet Anggota KPU RI Idham Holik saat memberikan keterangan di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (18/8/2023). Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan sebanyak 9.925 bakal calon anggota legislatif (bacaleg) DPR RI dalam daftar calon sementara (DCS) untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sebanyak 9.925 nama yang sudah ditetapkan dalam DCS tersebut akan diumumkan pada 19 Agustus hingga 23 Agustus 2023.
Foto:

Mahkamah Agung pada Selasa (29/8/2023), mengabulkan permohonan uji materiil atas regulasi KPU yang mengatur cara penghitungan kuota minimal 30 persen caleg perempuan Pemilu 2024. Putusan atas perkara nomor 24 P/HUM/2024 itu diketok palu oleh ketua majelis hakim, Irfan Fachruddin bersama dua anggota majelis hakim, Cerah Bangun dan Yodi Martono. 

"Amar: mengabulkan permohonan pemohon keberatan dari para pemohon keberatan," demikian bunyi putusan tersebut sebagaimana disampaikan Karo Humas MA Subandi. 

Termohon dalam perkara ini adalah Ketua KPU RI. Adapun pemohon adalah Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang diwakili oleh Perludem, Koalisi Perempuan Indonesia, eks komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay, dosen hukum pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini, dan eks komisioner Bawaslu RI Wahidah Suaib. 

Dalam permohonannya, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan meminta agar Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD dinyatakan bertentangan dengan Pasal 245 UU Pemilu dan UU Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. 

Pasal 245 UU Pemilu mengatur bahwa bakal caleg yang diajukan partai politik untuk setiap daerah pemilihan (dapil) harus memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. Adapun Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023 mengatur cara menghitung kuota minimal 30 persen caleg perempuan itu, yakni apabila hasil penghitungan menghasilkan angka di belakang koma tak mencapai 5, maka dilakukan pembulatan ke bawah. Problemnya, pendekatan pembulatan ke bawah itu membuat jumlah bakal caleg perempuan tidak mencapai 30 persen per partai di setiap dapil sebagaimana diamanatkan UU Pemilu. 

Sebagai contoh, partai politik mengusung 8 caleg di suatu dapil. Apabila dihitung murni, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4 orang. Lantaran angka di belakang koma tak mencapai 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Dengan demikian, partai politik cukup mengusung 2 caleg perempuan saja dari total 8 caleg. Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25 persen, bukan 30 persen. 

Dengan dikabulkannya gugatan ini, berarti petitum penggugat menjadi norma yang berlaku, yakni cara penghitungan kuota 30 caleg perempuan harus menggunakan pendekatan pembulatan ke atas. Di dapil dengan 8 caleg, misalnya, parpol minimal harus mengusung 3 caleg perempuan.

photo
Mengapa Caleg Harus Diawasi? - (Republika)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement