Rabu 30 Aug 2023 15:55 WIB

Eks Pimpinan KPK: Koruptor Jadi Caleg Menghilangkan Efek Deterens Pencegahan Korupsi

Parpol dinilai tak serius memberantas korupsi dengan majukan caleg eks koruptor.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Komisioner KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang bersama peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih saat menjawab pertanyaan jurnalis di Gedung Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jakarta, Senin (12/6/2023). Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komisioner KPK 2015-2019 Saut Situmorang mengajukan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 ke Mahkamah Agung. ICW menilai dalam peraturan tersebut KPU memberikan celah kepada para koruptor untuk maju dalam kontestasi pemilu legislatif.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Komisioner KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang bersama peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih saat menjawab pertanyaan jurnalis di Gedung Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jakarta, Senin (12/6/2023). Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komisioner KPK 2015-2019 Saut Situmorang mengajukan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 ke Mahkamah Agung. ICW menilai dalam peraturan tersebut KPU memberikan celah kepada para koruptor untuk maju dalam kontestasi pemilu legislatif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyoroti ihwal banyaknya eks terpidana kasus korupsi diusung partai politik menjadi bakal calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 2024. Menurut dia, fenomena itu akan mengurangi rasa takut pejabat publik melakukan korupsi karena pada akhirnya mereka tetap bisa ikut kompetisi memperebutkan kursi anggota dewan.

"Mantan terpidana kasus korupsi menjadi caleg menimbulkan pesan yang salah kepada masyarakat. Pencalonan mereka akan mengurangi efektivitas deterens (daya cegah) dalam memberantas korupsi," kata Saut dalam konferensi pers daring yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW), dipantau dari Jakarta, Rabu (30/8/2023).

Baca Juga

Saut menyebut pengusungan koruptor menjadi caleg ini menunjukkan bahwa partai politik tidak serius memberantas korupsi. Di sisi lain, pencalonan koruptor ini juga menghianati masyarakat yang selama ini sudah menderita akibat praktik korupsi uang mereka lakukan.

Menurut Saut, pencalonan koruptor ini pada akhirnya juga akan membuat indeks pemberantasan korupsi (IPK) Indonesia semakin anjlok. Sebab, salah satu indikator yang dihitung dalam menentukan skor IPK adalah kualitas demokrasi seperti kaderisasi dan pencalonan oleh partai politik.

IPK Indonesia tahun 2022 adalah 34, turun enam poin dibanding tahun 2019. "Saya khawatir IPK kita tahun depan turun dari 34 ke 32," kata Saut.

Dalam kesempatan sama, ahli hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti menyebut, pencalonan koruptor ini jelas merugikan masyarakat. Apabila para pencuri uang rakyat itu terpilih menjadi anggota dewan, mereka berpotensi berulah lagi karena sudah mengetahui modus ataupun metode melakukan korupsi.

"Potensi diulangnya perilaku koruptif itu akan sangat besar ketika mereka diizinkan kembali memegang kekuasaan. Itu yang harus dicegah," ujarnya.

ICW sebelumnya mendapati sejumlah mantan terpidana kasus korupsi menjadi bakal caleg DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dan calon anggota DPD. Hal itu diketahui setelah ICW menganalisa dokumen Daftar Calon Sementara (DCS) Pemilu 2024 yang dipublikasikan KPU.

Untuk bakal caleg DPR, ditemukan ada sembilan koruptor. Lima di antaranya diusung oleh Partai Nasdem. Untuk perebutan kursi anggota DPD, ada enam koruptor yang ikut serta.

Untuk tingkat DPRD provinsi dan kabupaten/kota, ditemukan 24 koruptor yang ikut nyaleg. Terbanyak dari Partai Golkar dan Gerindra, yakni masing-masing empat orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement