REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan, usulan materi amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah dalam rangka mengatur mekanisme penundaan pemilihan umum (Pemilu) saat masa darurat. Sebab, dalam konstitusi yang sudah diubah sebanyak empat kali, belum ada satupun aturan terkait hal tersebut.
Aturan penundaan tersebut diperlukan, jika Indonesia dilanda pandemi atau bencana besar yang menyebabkan pemilu tak dapat dilaksanakan. Sebab MPR berpandangan, tak mungkin memaksakan digelarnya kontestasi di tengah situasi darurat seperti itu.
"Kita beruntung covid sudah lewat, tapi kalau seandainya covid hari ini terjadi dan tidak memungkinkan dilaksanakan pemilu, nggak ada jalan keluarnya," ujar Bamsoet di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (11/8/2023).
Pemilu setiap lima tahun sekali tentu membutuhkan anggaran yang sangat besar. Namun, tak mungkin memaksakan digelarnya pemilu ketika Indonesia tengah berada pasa masa darurat yang juga membutuhkan anggaran besar dalam penyelesaian hingga pemulihannya.
"UUD (saat ini) kita jelas, setiap presiden, wakil presiden anggota DPR, DPRD, dan semua tingkatan harus berakhir setelah lima tahun. Jadi kalau DPR itu sebelum jam 00.00 tanggal 1 Oktober harus berganti, kalau presiden sebelum jam 00.00 tanggal 20 Oktober harus berganti," ujar Bamsoet.
Karenanya, MPR mengusulkan materi penundaan pemilu pada masa darurat. Di dalamnya, termasuk mengatur mekanisme pengisian jabatan presiden, DPR, dan DPRD ketika masa jabatnya sudah habis pada masa darurat tersebut.
Termasuk mengatur siapa lembaga negara yang berwenang untuk menunda pemilu. Serta, mekanisme pengisian jabatan presiden dan DPR yang masa jabatnya habis pada masa-masa genting seperti itu.
"Nah pertanyaannya, bagaimana dengan jabatannya? Karena berakhir setiap lima tahun sekali, bagaimana mekanisme pengisian jabatan-jabatan hasil pemilu ini," ujar Bamsoet.
"Kalaupun itu terjadi suatu megatrend bencana yang luar biasa, karena UUD setelah amendemen hanya mengatur pemilu dapat ditunda manakala terjadi bencana alam berskala besar, peperangan, dan faktor-faktor lain yang tidak memungkinkan pemilu. Tapi tidak diatur bagaimana lembaga mana yang berhak memutuskan penundaan, lalu lembaga mana yang mengatur memutuskan pengisian jabatan-jabatan," sambungnya.
Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan, belum ada usulan terkait amandemen terbatas terhadap UUD 1945. Sebab, yang ada saat ini masih berupa usulan materi yang akan diubah dalam konstitusi.
Salah satunya adalah usulan materi tentang penundaan pemilihan umum (Pemilu) pada masa darurat, seperti pandemi atau bencana besar. Namun untuk mengusulkan agar dilakukan amandemen, hal tersebut membutuhkan syarat sepertiga dari 711 anggota MPR.
"Sekali lagi kalau ada usulan itu nanti adalah dari anggota MPR, bukan dari pimpinan MPR. Nanti akan dilihat apakah usulan itu sudah memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 37 Ayat 1, yaitu diusulkan 1/3 anggota MPR," ujar Hidayat saat dihubungi, Kamis (10/8/2023).