REPUBLIKA.CO.ID, PADANG--Kabid Humas Polda Sumatra Barat Kombes Pol Dwi Sulistyawan mengatakan, pihaknya sedang mendalami adanya indikasi intimidasi terhadap masyarakat Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat. Ia menduga ada pihak yang memaksa masyarakat harus ikut ke Padang melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Sumbar.
Diketahui masyarakat Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, melakukan aksi demo sejak Senin (31/7/2023) sampai Jumat (4/8/2023). Demo berhari-hari ini mengakibatkan arus lalu lintas di sejumlah jalan di Kota Padang terganggu.
Masyarakat yang demo berhari-hari terpaksa harus menginap di Masjid Raya Sumbar. Selain itu, ada juga yang menumpang di rumah-rumah tokoh asal Pasaman Barat di Kota Padang.
"Kami masih dalami adanya intimidasi. Karena banyak masyarakat itu datang dengan keadaan terpaksa sehingga banyak yang hadir dengan membawa anak-anaknya karena mereka dipaksa untuk hadir di Padang," kata Dwi, di markas Polda Sumbar, Senin (7/8/2023).
Karena membawa anak-anak menginap di aula Masjid Raya Sumbar, tidak sedikit dari anak-anak pendemo tersebut demam. Menurut Dwi, intimidasi terhadap masyarakat pendemo asal Air Bangis ini bisa saja berbentuk ancaman. Misalnya urusannya akan dipersulit oleh pihak tertentu bila tidak mau ikut demo ke Padang.
Seperti diberitakan sebelumnya, tuntutan pada pendemo adalah meminta Gubernur Sumbar mencabut usulan tentang proyek strategis nasional kepada Menko Kemaritiman dan Investasi. Kedua, bebaskan lahan masyarakat Air Bangis dari kawasan hutan produksi.
Ketiga bebaskan masyarakat dari Koperasi KSU ABS HTR Sekunder. Keempat bebaskan masyarakat menjual hasil sawitnya kemanapun. Warga bertahan hingga Sabtu (5/8/2023) di Padang untuk demo karena merasa tuntutan mereka belum dipenuhi Gubernur Sumbar Mahyeldi.
Pada Sabtu sore kemarin itu, polisi memulangkan paksa pendemo. Pendemo juga sudah dijemput oleh Wakil Bupati Pasaman Barat, Risnawanto, dengan 12 bus. Namun saat pemulangan paksa itu, sempat terjadi kericuhan. Polisi mengamankan 18 orang. Sebanyak enam orang merupakan warga yang ngotot tidak mau pulang.
Sisanya empat orang lagi adalah mahasiswa dan 8 lagi praktisi hukum seperti dari YLBHI dan Peradi. Tapi 18 orang yang ditahan tersebut menurut Dwi sudah dibebaskan. "Kami bebaskan kemarin karena tidak ada hal yang mendesak untuk dilakukan penahanan," ujar Dwi.