Ahad 09 Jul 2023 18:37 WIB

Kejagung Sita Puluhan Hektare Lahan dan Miliaran Uang Kasus Korupsi Minyak Goreng

Penyitaan dilakukan dalam rangkaian penggeledahan di tiga lokasi terpisah.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana.
Foto: Dok Kejagung
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) melakukan penyitaan terhadap 80-an hektare lahan dan uang tunai sekitar Rp 10 miliar dari tiga tersangka korporasi kasus korupsi minyak goreng. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana mengatakan, penyitaan terpisah itu dilakukan di Kota Medan, Sumatra Utara (Sumut) sejak Kamis (6/7/2023).

Ketut menjelaskan, penyitaan beberapa objek lahan dan uang tersebut dilakukan dalam rangkaian penggeledahan di tiga lokasi terpisah. Yakni, pada kantor-kantor korporasi dan anak perusahaan yang menjadi tersangka terkait korupsi minyak goreng.

Baca Juga

“Penggeledahan serentak dilakukan di Kantor PT Wilmar Nabati Indonesia atau Wilmar Group. Di kantor Musim Mas atau Musim Mas Group. Dan di Kantor PT Permata Hijau Group. Tiga lokasi penggeledahan semuanya di Kota Medan,” begitu kata Ketut, Ahad (9/7/2023).

Ketut menambahkan, dari penggeledahan di Kantor Musim Mas Group, di Jalan Yos Sudarso KM 7,8 Tanjung Mulia, Medan Deli, Kota Medan, tim penyidikan Jampidsus menyita sertifikat kepemilikan lahan sebanyak 277 bidang dengan luas total 14,6 hektare (Ha). Penggeledahan di kantor PT Wilmar Nabati Indonesia, atau Wilmar Group, yang berada di di Gedung B dan G Tower, di Lantai-9, Jalan Putri Hijau Nomor 10, Kota Medan, tim penyidikan Jampidsus juga menyita kepemilikan 625 bidang lahan dengan total luas 43,3 Ha.

Dari penggeledahan di Kantor Permata Hijau Group, di Jalan Gajah Mada 35 Kota Medan, tim penyidik menyita kepemilikan 70 bidang lahan seluas 23,7 Ha. Dari penggeledahan di Kantor Group Permata Hijau itu, tim penyidikan Jampidsus juga menyita sejumlah uang tunai setotal hampir Rp 10 miliar dalam bentuk mata uang asing.

Rinciannya, dalam bentuk rupiah, sebanyak Rp 385 juta, dalam bentuk dolar AS, sebanyak 435,2 ribu atau setara Rp 7 miliar. Selain itu, dalam bentuk Ringgit Malaysia, sebanyak 52 ribu dan dalam bentuk dolar Singapura, senilai 250,4 ribu.

“Penggeledahan dan penyitaan tersebut dilakukan terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi minyak goreng, terkait dengan pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada Januari 2022 sampai dengan April 2022,” kata Ketut.

Kasus yang menyeret tiga korporasi tersebut menjadi tersangka, sebetulnya adalah kelanjutan dari perkara awal yang sudah diputusan pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Kejagung, pada Kamis (15/6/2023) lalu, mengumumkan penetapan tiga korporasi tersebut sebagai tersangka atas korupsi yang merugikan negara Rp 6,47 triliun.

Jampidsus Febrie Adriansyah, Juni 2023 lalu pernah menjelaskan, penetapan tiga tersangka korporasi tersebut, setelah tim penyidikannya menemukan bukti-bukti atas peran ketiga perusahaan yang membuat kelangkaan minyak goreng. “Bukti yang sangat penting tersebut, yaitu dengan adanya putusan majelis hakim atas terdakwa perorangan yang sudah disidangkan, dan sudah berstatus terpidana yang memandang bahwa perbuatan terpidana (perorangan) tersebut adalah aksi korporasi,” kata Febrie.

Atas putusan inkrah majelis hakim terhadap para pelaku perorangan tersebut, Kejagung melanjutkan proses hukum terhadap para korporasi. “Dari hasil penyidikan, tiga korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka. Yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group,” kata Febrie.

Penjeratan tiga korporasi tersebut dikatakan untuk memastikan, penuntasan hukum atas kelangkaan minyak goreng, yang disebabkan adanya pemberian izin ekspor ilegal minyak mentah kelapa sawit (CPO) tahun lalu. Dalam kasus ini, para terdakwa perorangan sudah inkrah. Lima yang sudah dipidana adalah Lin Che Wei (LCW), selaku mantan konsultan di kementerian perdagangan yang dihukum penjara selama 1 tahun 7 bulan.

Terpidana lainnya, adalah mantan dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) yang dihukum 8 tahun penjara. Sedangkan tiga terpidana lainnya, adalah para petinggi dari tiga korporasi yang baru ditetapkan tersangka tersebut. Yaitu, terpidana Pierre Togar Sitanggang, general manager Musim Mas dipenjara 6 tahun.

Sementara Master Parulian Tumanggor (MPT) selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, dihukum penjara 1 tahun 6 bulan. Terakhir terdakwa Stanley MA, selaku manager corporate Permata Hijau Group dihukum penjara 1 tahun 6 bulan.

Kasus korupsi minyak goreng ini, berawal dari pemberian izin ekspor kepada sejumlah perusahaan minyak goreng yang tak sesuai dengan batas atas penjualan ke luar negeri. Perusahaan-perusahaan tersebut memilih melepas produksi minyak gorengnya ke luar negeri. Akibatnya terjadi kelangkaan minyak goreng di masyarakat sepanjang Januari 2021 sampai Maret 2022.

Dalam masa kelangkaan tersebut, hampir di seluruh wilayah Indonesia masyarakat mengantri pembelian minyak goreng, dengan harga tinggi. Situasi tersebut sempat memaksa pemerintah menggelontorkan subsidi setotal Rp 6,1 triliun untuk pemenuhan kebutuhan minyak goreng di dalam negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement