Jumat 26 May 2023 14:31 WIB

Komisi III DPR: Masa Percobaan Terpidana Mati KUHP Baru Bersifat Otomatis

Di UU KUHP baru, hukuman mati bisa diganti menjadi pidana penjara seumur hidup.

Anggota Komisi III DPR, Taufik Basari.
Foto: DPR RI
Anggota Komisi III DPR, Taufik Basari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Taufik Basari, menyampaikan, masa percobaan dalam Pasal 100 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 memang bersifat otomatis. Adapun UU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) itu mulai berlaku pada 2026.

"Original intent dari rumusan Pasal 100 ayat (1) KUHP baru adalah seluruh pidana mati wajib disertai dengan masa percobaan. Hal ini juga konsisten dengan penjelasan Pasal 98 KUHP baru," ujar Taufik dalam forum group discussion (FGD) belum lama ini dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (26/5/2023).

Penjelasan Pasal 98 UU Nomor 1 Tahun 2023 menekankan, salah satu sifat khusus dari pidana mati adalah seseorang dijatuhkan dengan masa percobaan sebagai upaya untuk memperbaiki diri agar eksekusi tidak perlu dilaksanakan. Dengan demikian, hukuman mati diganti menjadi pidana penjara seumur hidup.

Politikus Partai Nasdem itu menilai, selain mewajibkan masa percobaan, Pasal 100 ayat (1) UU tentang KUHP juga mengatur syarat bagi hakim dalam penjatuhan pidana mati, yaitu "Penyesalan dan peran terdakwa merupakan syarat bagi hakim untuk menjatuhkan pidana mati. Jika pidana mati dijatuhkan, maka harus dicantumkan juga masa percobaannya".

Menurut Taufik, kedua perbedaan tafsir tersebut menunjukkan sumirnya pengaturan pidana mati dengan masa percobaan dalam Pasal 100 KUHP. Karena itu, masalah hukuman mati perlu diperjelas lagi.

Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta Muh Djauhar Setyadi juga mengkhawatirkan potensi permasalahan dalam rumusan UU Nomor 1 Tahun 2023. "Pasal 100 ayat (1) KUHP baru menimbulkan kebingungan, khususnya frasa 'dengan memperhatikan'. Hal ini justru akan menimbulkan keraguan bagi hakim jika hendak menerapkannya," kata Djauhar.

Dia juga melihat bentuk penilaian sikap dan kelakuan terpidana mati yang diatur pada Pasal 100 KUHP perlu melibatkan peran dari lembaga yudikatif, khususnya hakim pengawas dan pengamat.

"Perlu ada checks and balances di dalam format baru ini. Misalnya saja dengan melibatkan hakim wasmat (pengawas dan pengamat) dalam penyusunan pertimbangan Mahkamah Agung," ujar Djauhar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement