Senin 17 Apr 2023 15:07 WIB

Komisi I DPR: Evaluasi Kebijakan Keamanan di Papua

Peta besar solusi gangguan keamanan di Papua harus segera dirumuskan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Juru bicara militer Indonesia Laksamana Muda Julius Widjojono (tengah), berbicara kepada wartawan saat konferensi pers di markas besar militer Indonesia di Jakarta, Indonesia, Ahad, (16/4/2023). Separatis bersenjata menembaki sebuah pos militer di provinsi Papua yang bergolak, menewaskan beberapa tentara dan puluhan lainnya hilang.
Foto: AP Photo/Achmad Ibrahim
Juru bicara militer Indonesia Laksamana Muda Julius Widjojono (tengah), berbicara kepada wartawan saat konferensi pers di markas besar militer Indonesia di Jakarta, Indonesia, Ahad, (16/4/2023). Separatis bersenjata menembaki sebuah pos militer di provinsi Papua yang bergolak, menewaskan beberapa tentara dan puluhan lainnya hilang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Christina Aryani menyampaikan duka cita kepada keluarga prajurit TNI Pratu Miftahul Arifin yang gugur di Papua. Ia berharap, prajurit lain yang masih dalam pelarian dapat segera ditemukan dalam kondisi selamat, meskipun informasi saat ini masih simpang siur.

"Kesempatan ini sebaiknya menjadi momentum evaluasi secara menyeluruh kebijakan keamanan di Papua. Perlu ada kebijakan jelas dari pemerintah pusat karena faktanya eskalasi gangguan keamanan di Papua tidak bisa lagi diselesaikan dengan cara-cara biasa seperti yang dilakukan selama ini," ujar Christina lewat keterangannya, Senin (17/4/2023).

Baca Juga

"Pertanyaannya apakah kebijakan itu sudah dirumuskan pemerintah? Atau mungkin ada tapi bersifat parsial dalam skala kecil untuk merespon kasus demi kasus saja," sambungnya.

Menurutnya, peta besar solusi gangguan keamanan di Papua harus segera dirumuskan. Beberapa kali Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Papua dan berfokus pada pendekatan pembangunan ekonomi, tapi kurang memberi penekanan pada aspek gangguan keamanan. 

"Kita tidak ingin ada prajurit lagi yang gugur dan jangan lagi jatuh lebih banyak korban warga sipil," ujar Christina.

Kebijakan ini sangat penting dirumuskan, karena selama ini TNI digerakkan di Papua untuk mendukung operasi penegakan hukum oleh Polri. Mengingat pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD telah menyebut kelompok kriminal bersenjata (KKB) sebagai kelompok teroris sejak 29 April 2021.

"Maka sudah waktunya Perpres pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme diundangkan, sehingga jelas peran seperti apa yang bisa dilakukan TNI. Kami membaca prajurit sering mengalami dilema ketika dikaitkan dengan HAM padahal situasi di Papua saat ini bisa disebut dalam kondisi perang," ujar Christina.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) membenarkan kabar tentang penyerangan teroris kriminal bersenjata (KKB) Papua di Nduga, Papua Pegunungan, terhadap pasukan Satgas Yonif R 321/GT. Kapendam-17/Cenderawasih Kolonel Herman Taryaman mengatakan, serangan tersebut terjadi persinya di Pos Mugi-Mam pada Sabtu (15/4/2023) sore waktu setempat.

Namun, pihak militer Indonesia belum dapat memastikan berapa korban jiwa dalam serangan tersebut. “Bahwa benar, prajurit TNI dari Satgas Yonis R 321/GT yang bertugas di wilayah Mugi-Mam, Kabupaten Nduga diserang dan ditembak oleh gerombolan KST (Kelompok Separatisme Terorisme) Papua,“ kata Kolonel Herman dalam siaran pers.

Dilaporkan serangan tersebut terjadi pada Sabtu (15/4/2023), sekitar pukul 16.30 waktu Papua. Namun, dikatakan Kolonel Herman, otoritas TNI di Papua belum dapat memberikan informasi pasti tentang korban jiwa atas serangan tersebut.

“Akibat serangan dan tembakan gerombolan KST tersebut, masih belum diketahui secara pasti berapa korban dari prajurit TNI yang meninggal dan luka-luka,” ujar Kolonel Herman.

Menurut dia, otoritas militer setempat masih melakukan pemantauan dan upaya untuk menuju ke lokasi penyerangan. Akan tetapi, dikatakan Kolonel Herman, upaya tersebut tersebut belum dapat dilakukan karena sampai Ahad (16/4/2023), kondisi cuaca yang hujan dan berkabut membuat medan dan lokasi sulit dijangkau.

Kondisi cuaca tersebut pun membuat komunikasi antara otoritas TNI di wilayah aman, dan di lokasi penyerangan menjadi tersendat. “Demikian pula upaya-upaya untuk memberikan bantuan dan evakuasi belum dapat dilakukan karena cuaca hujan dan berkabut,” kata Kolonel Herman menambahkan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement