REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan sebanyak 10 provinsi di Indonesia mengalami keterlambatan vaksinasi difteri pada anak. Hal ini akibat pengaruh pandemi COVID-19.
"Provinsi dengan cakupan vaksinasi difteri terendah adalah Aceh, Papua Barat, Papua, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Riau, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Senin (27/2/2023).
Menurut Nadia, keterlambatan vaksinasi berimbas pada munculnya penyakit difteri di Garut, Jawa Barat. Bahkan pemerintah setempat telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) setelah sejumlah warganya terkonfirmasi difteri.
Nadia mengatakan, pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) difteri untuk upaya pencegahan di Garut dimulai hari ini di delapan desa di Kecamatan Pangatikan, yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Cimaragas.
"Kami sudah merampungkan pengumpulan data sasaran melalui mikroplaning di seluruh desa, sehingga selanjutnya jumlah sasaran ORI akan menyesuaikan hasil pendataan puskesmas tersebut," katanya.
Berdasarkan rekomendasi komite ahli, kata Nadia, ORI akan dilaksanakan di satu kecamatan, yaitu Kecamatan Pangatikan. Selanjutnya perluasan wilayah ORI akan mempertimbangkan hasil penyelidikan epidemiologi. Nadia mendorong upaya penanggulangan dan penguatan surveilans difteri guna mencegah lonjakan kasus di masyarakat.
"Caranya, kami melakukan deteksi dini kasus suspek difteri melalui sistem kewaspadaan dini dan respons, melakukan pemantauan terjadinya penambahan kasus di wilayah KLB, hingga melakukan refreshing training terkait surveilans dan penanggulangan difteri bagi provinsi dan kabupaten/kota terdampak," katanya.
Selain itu Kemenkes juga terus meningkatkan cakupan imunisasi rutin lengkap pada kelompok sasaran anak di Indonesia. Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam agenda Lokapala 2023 di Jakarta, pekan lalu, mengemukakan kasus difteri berstatus KLB di Garut, dipicu oleh keterlambatan imunisasi selama tiga tahun pandemi COVID-19.
"Difteri di Garut memang vaksinasinya kurang, gara-gara COVID-19 jadi agak berkurang," katanya.
Kemenkes juga telah memetakan sejumlah darah di Indonesia yang mengalami keterlambatan cakupan vaksinasi untuk segera dilakukan upaya percepatan.
Sementara itu Pemerintah Daerah (Pemda) Garut melaporkan dua kasus difteri dialami warga Kampung Sukahurip, Kecamatan Pangatikan. Beberapa lainnya, dinyatakan berstatus suspek. Kejadian tersebut mendorong Pemkab Garut menetapkan status KLB difteri melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 100.3.3.2/KEP.91-DINKES/2023 untuk jangka waktu Februari hingga November 2023.