REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nasib warga Kampung Bayam, Jakarta Utara, yang terdampak pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) masih terkatung-katung untuk bisa menempati Kampung Susun Bayam (KSB). PT Jakarta Propertindo (Jakpro) yang merupakan pengelola bangunan berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberikan subsidi kepada warga karena keberatan dengan tarif yang dikenakan.
"Kalau subsidi saya kira bukan kami yang bisa menjawab. Ya kami berharap begitu (Pemprov memberikan subsidi)," kata VP Corporate Secretary PT Jakarta Propertindo (Jakpro), Syachrial Syarif.
Syachrial mengatakan, pihaknya telah menetapkan besaran tarif untuk penghuni KSB, yakni sekitar Rp 700 ribu per bulan. Angka tersebut turun dari angka sebelumnya yang ditawarkan sebesar Rp 1,5 juta.
Tarif itu disebut sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan. "Besaran tarif kita sudah kunci, kita tawarkan sesuai dengan Peraturan Gubernur yang bervariasi dari Rp 600 ribu hingga Rp 700 ribu sekian," tuturnya.
KSB diketahui telah diresmikan oleh eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 12 Oktober 2022. Warga Kampung Bayam menyatakan, seharusnya sejak itu, mereka sudah bisa menempati rumah rusun tersebut, namun hingga kini belum terealisasi.
Sebagian dari warga Kampung Bayam saat ini ada yang bertempat tinggal di tenda darurat yang ada di dekat gedung JIS. Sebagian lainnya untuk sementara waktu memilih mengontrak di tempat-tempat yang dianggap lebih layak dibanding di tenda.
"Saat ini masih ditenda. Ya makan seadanya, kita masih saweran untuk memenuhi kebutuhan," kata perwakilan warga Kampung Bayam, Shirley saat aksi protes di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (20/2/2023).
Pihaknya yang tergabung dalam Persaudaraan Warga Kampung Bayam (PWKB) telah melayangkan surat keberatan administratif mengenai persoalan penempatan KSB kepada Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan jajaran Pemprov DKI serta pihak PT Jakpro. Shirley mengaku memang belum ada kesepakatan mengenai tarif dengan pihak pengelola KSB.
"Kalau kisaran mungkin Rp 150 ribu per bulan. Itu seharusnya paling besar," tuturnya. Hal itu lantaran sebagian besar warga Kampung Bayam berprofesi sebagai pekerja kasar di pabrik, diantaranya juga sebagai pemulung.