REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengusutan dugaan korupsi proyek penyediaan infrastruktur Based Transciever Station (BTS) 4G BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mulai meminta keterangan dari pihak-pihak di lingkaran menteri. Pada Rabu (25/1/2023) tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus-Kejaksaan Agung (Jampidsus-Kejakgung) memeriksa R Niken Widiastuti (RNW) selaku staf ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate.
“RNW diperiksa selaku staf ahli menteri komunikasi dan informatika,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Ketut menerangkan, bersama RNW, tim penyidikan Jampidsus juga memeriksa dua pejabat Kemenkominfo lainnya, yakni Danny Januar (DJ) diperiksa selaku direktur layanan telekomunikasi dan informasi untuk masyarakat, lalu Semuel Abrijani Pengarepan (SAP) yang diperiksa selaku direktur jenderal (dirjen) aplikasi informatika.
Dalam penyidikan yang sama, di Jampidsus juga memeriksa Sakina Juliani Utami (SJU) selaku istri dari tersangka Anang Acmad Latief (AAL). Kejaksaan juga memeriksa dua pihak swasta, yaitu Asenar (A) selaku managing partner ANG Law Firm dan Jenny Sutijawan (JS) selaku direktur utama (Dirut) PT Sansaine Exindo.
“Mereka yang diperiksa RNW, DJ, SJU, A, SAP, dan JS adalah sebagai saksi dalam penyidikan dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) penyediaan infrastruktur BTS 4G Kemenkominfo 2020-2022,” kata Ketut.
Pada Selasa (24/1/2023) malam, tim penyidikan Jampidsus dalam kasus ini kembali menetapkan satu pihak swasta sebagai tersangka. Ia adalah Mukti Ali (MA) yang ditetapkan sebagai tersangka selaku account director of integrated account departement PT Huawei Tech Invesment (HWI).
Pada Rabu (4/1/2023) lalu, Jampidsus menetapkan tiga tersangka awalan, yakni AAL yang ditetapkan tersangka selaku direktur utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), Galumbang Menak S (GMS) yang ditetapkan tersangka selaku direktur PT Moratelematika Indonesia, dan Yihan Suryanto (YS) yang ditetapkan tersangka selaku tenaga ahli Human Developmet Universitas Indonesia (Hudev UI).
Empat tersangka sementara itu sudah menjalani penahanan terpisah sejak peningkatan status hukumnya. Keempat tersangka itu dijerat dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU 31/1999-20/2001. Sedangkan, untuk pengusutan TPPU, tim penyidik Jampidsus belum menetapkan satu pun tersangka.
Akan tetapi, Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi, pernah menerangkan, penyidikan dugaan korupsi dan TPPU dalam kasus penyediaan infrastruktur BTS 4G BAKTI Kemenkominfo ini dilakukan terpisah karena ada dua surat perintah penyidikan. “Jadi, tersangkanya bisa sama (antara korupsi dan TPPU) atau bisa berbeda,” ungkap Kuntadi.
Kasus dugaan korupsi pembangunan BTS 4G BAKTI Kemenkominfo ini terkait dengan proyek senilai Rp 10 triliun sepanjang 2020-2022. Kasus dugaan korupsi ini meningkat ke level penyidikan sejak Oktober 2022. Proyek pembangunan tersebut melibatkan sejumlah badan swasta sebagai penyedia jasa konstruksi dan penyediaan infrastruktur BTS 4G serta penunjangnya.
Proyek pembangunan tersebut terdiri atas banyak paket berdasarkan wilayah. Dalam prosesnya, terjadi dugaan tindak pidana korupsi pada lima paket pembangunan.
Paket 1 di tiga wilayah: Kalimantan sebanyak 269 unit, Nusa Tenggara 439 unit, dan Sumatra 17 unit. Paket 2 di dua wilayah: Maluku sebanyak 198 unit, dan Sulawesi 512 unit. Paket 3 di dua wilayah: Papua 409 unit dan Papua Barat 545 unit. Paket 4 juga di dua wilayah: Papua 966 unit dan Papua 845 unit.
“Paket-paket pengerjaan proyek BTS 4G ini berada di wilayah yang ter, ter, dan ter lainnya. Maksudnya, yang terpencil, yang totalnya sekitar 4 ribuan titik BTS” kata Kuntadi.
Kuntadi pernah menerangkan, dugaan sementara mengenai korupsi ialah adanya mark-up, proyek, dan kajian analisis fiktif. Bahkan disebutkan, ada persekongkolan jahat yang dilakukan para tersangka sementara ini dalam mengatur proses pemenangan tender vendor-vendor tertentu.
Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai triliunan. Akan tetapi, angka pastinya, kata Kuntadi, masih dalam penghitungan sepanjang proses penyidikan berjalan. “Penghitungan kerugian negaranya belum selesai. Tetapi, itu lebih dari 1 T (triliun),” kata Kuntadi.