Rabu 07 Dec 2022 18:37 WIB

Stafsus Presiden Jelaskan Soal Ancaman Pasal Perzinaan KUHP Baru

Pasal perzinahan hanya berlaku bila ada laporan pihak terkait perkawinan.

Massa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP melakukan aksi berkemah di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/12/2022). Dalam aksinya, mereka menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru disahkan DPR RI, karena dinilai proses pembentukannya tidak partisipatif dan transparan serta memiliki pasal-pasal yang bermasalah yang berpotensi mengancam hak-hak masyarakat. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP melakukan aksi berkemah di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (6/12/2022). Dalam aksinya, mereka menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru disahkan DPR RI, karena dinilai proses pembentukannya tidak partisipatif dan transparan serta memiliki pasal-pasal yang bermasalah yang berpotensi mengancam hak-hak masyarakat. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono menjelaskan duduk persoalan terkait aturan pasal perzinahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. KUHP telah disetujui pengesahannya oleh DPR RI di Jakarta pada Selasa (6/12/2022).

"Pasal perzinahan dalam KUHP baru adalah delik aduan absolut. Artinya, hanya suami atau istri (bagi yang terikat perkawinan) atau orang tua atau anak (bagi yang tidak terikat perkawinan) yang bisa membuat pengaduan," kata Dini dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (7/12/2022).

Baca Juga

Dia mengatakan laporan tidak bisa diajukan oleh pihak lain yang tidak dirugikan secara langsung. Sehingga, lanjutnya, tidak akan ada proses hukum tanpa pengaduan dari pihak yang berhak atau yang dirugikan secara langsung.

Dini menyampaikan klarifikasi itu menyusul maraknya pemberitaan yang menurut dia keliru secara fundamental terkait pasal perzinaan sehingga dapat membawa dampak negatif pada sektor pariwisata dan investasi di Indonesia. Dini pun menjelaskan bahwa sebenarnya tidak ada perubahan substantif terkait pasal tersebut jika dibandingkan dengan Pasal 284 KUHP lama, di mana perbedaannya hanya terletak pada penambahan pihak yang berhak mengadu.

"Jadi, sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kalau selama ini turis dan investor bisa nyaman berada di Indonesia, maka kondisi ini juga tidak akan berubah," ujarnya.

Dini juga mengatakan bahwa sah-sah saja jika Indonesia hendak memberikan penghormatan kepada nilai-nilai perkawinan melalui pasal tersebut, sepanjang pengaturan tersebut juga tidak melanggar ruang privat masyarakat. Selain menegaskan soal delik aduan, Dini juga menambahkan bahwa KUHP tidak pernah mewajibkan pihak yang berhak mengadu untuk mempergunakan haknya.

Selain itu, UU tersebut tidak pernah memberikan syarat administrasi tambahan kepada pelaku usaha di bidang pariwisata untuk mempertanyakan status perkawinan dari wisatawan dan investor asing yang datang ke Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement