REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terkait kinerja lembaga penegak hukum di mata publik. Terkait Polri, terdapat temuan yaitu 21,7 persen masyarakat tahu adanya praktik setoran dari bawahan kepada atasan di Polri.
"Sekitar 21,7 persen tahu atau pernah dengar praktik setoran bawahan kepada atasannya di kepolisian, mayoritas dari (21,7 persen) yang tahu percaya ada praktik tersebut, 93,6 persen," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi lewat rilis daringnya, Ahad (27/11/2022).
Selanjutnya dari 21,7 persen tersebut, 64,2 persen responden tahu jika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan agar menghilangkan praktik setoran bawahan kepada atasannya di kepolisian. Sedangkan 35,8 persen lainnya, mengaku tak tahu adanya perintah tersebut.
Dari 64,2 persen masyarakat yang tahu adanya perintah tersebut, 49,0 persen publik percaya bahwa Kapolri akan menghilangkan praktik tersebut. Namun, 49,0 persen responden juga tak percaya bahwa hal tersebut dapat terealisasi.
"Warga terbelah sama besar antara yang percaya dan tidak percaya bahwa praktik setoran tersebut akan hilang atau minimal berkurang," ujar Burhanuddin.
Sementara itu dari empat lembaga penegak hukum, Polri berada di peringkat terbawah dengan kepercayaan publik sebesar 58,1 persen. "35,9 persen kurang percaya, 4,2 persen tidak percaya sama sekali," ujar Burhanuddin.
Urutan pertama adalah Kejaksaan Agung dengan tingkat kepercayaan publik sebesar 77,4 persen. Selanjutnya adalah pengadilan (73,7 persen) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (69,8 persen).
Saat ini, akuntabilitas lembaga penegak hukum, khususnya Polri sedang diuji. Hal tersebut merupakan dampak dari kasus kriminal yang melibatkan perwira tinggi kepolisian Ferdy Sambo dan perintangan proses hukum yang melibatkan puluhan anggota kepolisian.
"Publik menunggu penyelesaian kasus-kasus tersebut untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada kepolisian. Kegagalan penyelesaian kasus-kasus tersebut berpotensi membahayakan efektivitas dan legitimasi penegakan hukum yang pada gilirannya mengganggu legitimasi pemerintah dan demokrasi," ujar Burhanuddin.
Indikator Politik Indonesia melakukan survei pada 30 Oktober hingga 5 November 2022. Jumlah responden sebanyak 1.220 orang, di mana penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling.
Dengan asumsi metode simple random sampling, toleransi kesalahan atau margin of error sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih.