REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Flori Sidebang, Afrizal Rosikhul Ilmi, Rahmat Fajar
Tragedi Kanjuruhan yang mengakibatkan jatuhnya korban meninggal mencapai 132 jiwa, untuk sementara berujung pada penetapan enam tersangka sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Di antara para tersangka tidak ada yang berasal dari kalangan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).
Desakan agar PSSI ikut bertanggung jawab ikut digaungkan oleh publik lewat munculnya petisi yang menuntut Ketua Umum PSSI M Iriawan atau yang biasa disapa Iwan Bule untuk mundur dari jabatannya. Bahkan, salah satu tersangka tragedi Kanjuruhan yang sekaligus Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC, Abdul Haris melalui kuasa hukumnya, Sumardan juga meminta Iwan Bule mundur.
"Panpel kan banyak yang terlibat, itu harus juga bertanggung jawab. Terutama Ketua PSSI. Jangan hanya saat klub ini menang dia beri piala, dia dapat nama," ujar Sumardan di Mapolda Jatim Surabaya, Selasa (11/10/2022).
Sumardan menegaskan, ketika ada klub yang mendapat masalah, sudah sewajarnya Iwan Bule juga turut bertanggung jawab secara hukum. "Jadi posisi klub ada masalah dia bertanggung jawab juga secara hukum," ujarnya.
Pada Selasa (11/10/2022), para pejabat PSSI mendatangi Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Kedatangan PSSI untuk memenuhi panggilan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan.
Iwan Bule, Sekretaris Jenderal PSSI Yunus Nusi dan sejumlah pejabat PSSI terlihat di kantor Kemenko Polhukam. Kurang lebih empat jam PSSI berada di dalam ruang rapat untuk memberikan keterangan kepada TGIPF mengenai tragedi Kanjuruhan. Sekitar pukul 15.10 WIB, rombongan PSSI keluar ruangan.
Namun, dalam kesempatan itu tidak tampak keberadaan Iwan Bule. Justru anggota Exco PSSI, Ahmad Riyadh dan beberapa pejabat PSSI lainnya yang memberikan keterangan kepada para awak media mengenai topik yang dibahas pihaknya bersama TGIPF selama berada di ruang rapat.