Kamis 29 Sep 2022 19:47 WIB

Febri Diansyah akan Verifikasi Kebenaran Soal Pelecehan Putri Sambo di Magelang

Febri mengaku akan melakukan verifikasi berlapis.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Tersangka Irjen Ferdy Sambo (kiri) bersama Istrinya tersangka Putri Candrawathi (kanan) keluar dari rumah dinasnya yang menjadi TKP pembunuhan Brigadir J di Jalan Duren Tiga Barat, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, Selasa (30/8/2022). Kepolisian melakukan rekonstruksi dugaan pembunuhan Brigadir Yosua di rumah pribadi dan rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Tersangka Irjen Ferdy Sambo (kiri) bersama Istrinya tersangka Putri Candrawathi (kanan) keluar dari rumah dinasnya yang menjadi TKP pembunuhan Brigadir J di Jalan Duren Tiga Barat, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, Selasa (30/8/2022). Kepolisian melakukan rekonstruksi dugaan pembunuhan Brigadir Yosua di rumah pribadi dan rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Febri Diansyah masih melakukan verifikasi tentang dugaan terjadinya peristiwa pemerkosaan yang dialami oleh kliennya Putri Candrawathi Sambo di Magelang, Jawa Tengah (Jateng). Febri mengakui sebagai pengacara baru dari Putri Candrawathi, ia akan melakukan telaah mandiri untuk memastikan peristiwa asusila yang disebut sebagai latar peristiwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J) tersebut benar terjadi, atau cuma palsu.

“Tentang apa yang terjadi di Magelang, saya kira ini juga yang menjadi bagian dari pokok perkara yang saat ini belum bisa kami sampaikan. Karena kami juga sedang melakukan proses verifikasi berlapis,” ujar Febri, Kamis (29/9).

Baca Juga

Febri mengatakan verifikasi berlapis yang ia lakukan, lantaran tak ingin peristiwa dugaan kekerasan seksual yang terjadi di Magelang tersebut, hanya dibuktikan berdasarkan asumsi.   “Kita tahu ada standar pembuktian dalam KUHAP. Kita juga tahu ada perkembangan-perkembangan terbaru dalam pembuktian hukum. Yang tentu saja, itu harus menjadi standar, dan patokan kita dalam melakukan proses pendampingan hukum,” begitu kata Febri.

“Bahwa fakta-fakta yang terjadi, tidak dibangun hanya berdasarkan asumsi,” katanya menambahkan.

Febri adalah mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang saat ini mengecewakan publik karena menerima tawaran untuk menjadi anggota tim pengacara Keluarga Sambo.

Putri Candrawathi adalah istri dari mantan Kadiv Propam Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo. Keduanya pasutri itu dijadikan tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Brigadir J, adalah ajudan Ferdy Sambo, yang juga kadang menjadi pengawal Putri Candrawathi. Brigadir J dibunuh di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri di Jalan Duren Tiga 46, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (8/7).Brigadir J dibunuh dengan cara ditembak sampai mati.

Dari penyidikan Tim Gabungan Khusus (Timsus), dan Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri disebutkan Brigadir J ditembak oleh Bharada Richard Eliezer (RE), menggunakan senjata dinas milik Bripka Ricky Rizal (RR). RE dan RR, rekan kerja Brigadir J sesama ajudan Ferdy Sambo. RE dan RR juga tersangka dalam kasus ini, bersama satu pembantu rumah tangga Kuwat Maruf (KM).

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, saat mengumumkan Ferdy Sambo sebagai tersangka, Selasa (9/8) mengatakan, dari penyidikan ditemukan fakta bahwa penembakan yang dilakukan Bharada RE terhadap Brigadir J, adalah atas perintah dari Ferdy Sambo. Bharada RE, yang ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (3/8) mengungkapkan, bukan cuma dia yang melakukan penembakan terhadap Brigadir J.

Namun juga Ferdy Sambo ikut melakukan penembakan terhadap Brigadir J. Versi resmi kepolisian mengatakan Ferdy Sambo menembak setelah peluru dari pistol pegangan Bharada RE membuat Brigadir J tumbang di lantai, dengan bersimbah darah.

Ferdy Sambo dikatakan menembak Brigadir J yang sudah tumbang tepat di kepala bagian belakang. Namun Bripka RR, melalui pengacaranya, membantah pistol yang digunakan Bharada RE menembak Brigadir J, adalah senjata dinas miliknya.

Terkait kasus tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dari hasil investigasi menyimpulkan kematian Brigadir J merupakan extra judicial killing. Istilah itu mengacu pada pelanggaran HAM berupa pencabutan nyawa seseorang tanpa melalui hukum, atau pengadilan.

Komnas HAM juga mengatakan, peristiwa kematian Brigadir J itu disertai dengan praktik pelanggaran HAM lainnya berupa obstruction of justice atau menutup-nutupi, dan menghalang-halangi penyidikan kematian Brigadir J.

Komnas HAM, bersama Komnas Perempuan menambahkan kesimpulan dari hasil investigasi dengan mengatakan pembunuhan Brigadir J terjadi dengan latar belakang adanya peristiwa kekerasan seksual berupa pemerkosaan. Peristiwa asusila itu dikatakan dilakukan oleh Brigadir J kepada Putri Candrawathi saat keduanya berada di Magelang, pada Kamis (7/7). Kesimpulan dua komnas itu menjadi kontroversi, dan sulit dipercaya publik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement