REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi, menilai potensi ganja untuk keperluan medis sangat besar. Ia mengatakan usulan legalisasi ganja untuk keperluan medis patut dipertimbangkan.
Fadhil menuturkan, legalisasi ganja untuk medis bukanlah hal yang baru di dunia. Negara tetangga seperti Thailand juga sudah lebih dahulu melegalkan ganja untuk medis.
"Negara-negara di Amerika selatan. Italia dan Kanada juga. Kemudian ada beberapa negara lainnya," kata Fadhil dalam keterangan tertulisnya, dikutip Ahad (3/7/2022).
Fadhil mengatakan, di Indonesia penggunaan ganja medis terganjal Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sebab ganja termasuk dalam narkotika golongan I.
"Namun bukan berarti undang-undang ini tidak bisa direvisi. Kalau manfaatnya besar dan sudah ada kajian ilmiahnya, kenapa tidak? Profesor Musri dari USK sudah melakukan penelitian terkait hal ini," kata Syech Fadhil.
Ia menjelaskan, legalisasi ganja untuk medis bukan berarti nantinya ganja bisa ditanam bebas. Menurutnya tetap ada prosedur dan aturan yang ketat.
"Contoh hanya tempat yang disetujui dan pihak tertentu yang bisa menanamnya. Tanam hanya untuk keperluan medis serta dijaga dengan ketat. Sangat memungkinkan,” kata dia.
Ia mencontohkan, ketika UU Narkotika direvisi dan ganja tak lagi masuk sebagai narkotika kelas satu, maka memungkinkan di Aceh ada tempat khusus budidaya ganja untuk keperluan medis. Diawasi serta dikawal dengat ketat tentunya agar tidak dipergunakan ke hal-hal yang merusak.
"Jadi bukan berarti dengan legalisasi ganja untuk medis, maka semua bisa tanam sesuka hati. Tetap ada aturannya. Yang menyalahgunakan ganja tetap ditangkap," tegasnya.