REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengeklaim, pemekaran tiga provinsi Papua diharapkan menjadi langkah pembangunan yang lebih nyata. Ia menjelaskan, pemerintah disebut telah menghitung kebutuhan anggaran untuk proses pemekaran tersebut.
"Kita dalam hal ini dari sisi pemerintah telah menghitung, dari sisi kebutuhan anggarannya nanti di dalam rangka pemekaran ini, ketiga provinsi yang baru. Tentu kalau dari transfer keuangan dan dana desa itu dibagi berdasarkan provinsi induknya dulu," ujar Sri usai pengambilan keputusan tingkat I terhadap tentang Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan, Selasa (28/6/2022).
Terkait kebutuhan vertikal di ketiga provinsi tersebut, seperti pembangunan kantor pengadilan dan kepolisian akan dikoordinasikan dengan kementerian/ lembaga terkait. "Itu nanti akan jadi anggaran tambahan yang perlu untuk disediakan," ujar Sri.
"Tapi yang paling penting spiritnya hari ini adalah untuk bisa mencapai kemajuan yang nyata dari berbagai kabupaten/kota di Papua. Sehingga dengan adanya pemecahan, spend of control dan scope pengawasannya menjadi jauh lebih manageable," sambungnya.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) John Wempi Wetipo yang mewakili pemerintah menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Komisi II atas pembahasan RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan. Pemerintah disampaikannya setuju agar ketiga RUU tersebut dibawa ke dalam rapat pengambilan keputusan tingkat II.
Pemerintah, jelas John, optimistis bahwa ketiga RUU yang mengatur pemekaran provinsi di Papua akan berdampak besar terhadap kesejahteraan masyarakat dan orang asli Papua. Juga dapat mengakselerasi pembangunan di Bumi Cendrawasih.
"Serta mendekatkan pelayanan, khususnya di wilayah Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan," ujar John.
Sebanyak sembilan fraksi di Komisi II DPR menyetujui pengambilan keputusan tingkat I terhadap rancangan undang-undang (RUU) tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan. Termasuk Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan dua pihak yang berada di luar pemerintahan.
Kendati demikian, anggota Komisi II Fraksi Partai Demokrat Rezka Oktoberia memberikan enam catatan kritis terhadap proses pemekaran Papua. Pertama, proses pemekaran diminta agar benar-benar berdasarkan aspek dan pasal dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
Pihaknya juga mensyaratkan kepada pemerintah untuk segera menyusun grand design atau aturan turunannya ketiga RUU tersebut paling lambat dua tahun sejak undang-undang disahkan. "Terkait pendanaan, Fraksi Partai Demokrat berpandangan pemerintah benar-benar perlu memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi fiskal dan kemampuan APBN. Jangan sampai negara semakin terbebani dengan defisit anggaran," ujar Rezka.