REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan kepolisian yang tetap mempertahankan eks Napi Raden Brotoseno menuai kontroversi. Tak sedikit yang berpandangan bahwa penerimaan kembali Brotoseno ke kesatuan kepolisian sebagai bentuk ketidakadilan.
Akun pemerhati sosial dan politik, Abdillah Thoha mempertanyakan langsung masalah ke Menko Polhukam Mahfud MD. "Apakah ini yang dinamakan negeri berpancasila Pak @mohmahfudmd? Korupsi boleh asalkan berperilaku baik," tanya lewat kicauan pada 31 Mei lalu,
Mahfmud MD pun membalas kicauan pertanyaan itu, kemarin. "Pak Abdillah Yth. Kita akan dalami dulu, ya. Kita kan blm tahu detail latar belakang dan faktanya."
Mabes Polri telah menjelaskan posisi mantan narapidana korupsi, AKBP Raden Brotoseno yang tak lagi menjadi anggota penyidikan di kepolisian. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan mengatakan, AKBP Brotoseno masih tetap menjadi anggota kepolisian, namun tak memiliki jabatan apapun. “Dia (AKBP Brotoseno) sekarang diperbantukan di Div Tik (Divisi Teknologi Informasi, dan Komunikasi) Polri,” begitu kata Ramadhan di Mabes Polri, di Jakarta, Kamis (2/6/2022).
Ramadhan mengatakan, AKBP Brotoseno tak memiliki posisi sebagai pengambil kebijakan di divisi tersebut. Pun, disebut jauh dari tim penyidikan. “Dia itu staf sekarang. Bukan penyidik, dan belum ada jabatan,” sambung Ramadhan.
Penjelasan Ramadhan tersebut, menanggapi sejumlah kritik terhadap Polri baru-baru ini mengenai AKBP Brotoseno. Brotoseno, adalah seorang perwira Polri yang pernah menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Saat bertugas di KPK, Brotoseno adalah salah satu penyidik yang menangani kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet Palembang yang memenjarakan politikus Partai Demokrat Angelina Sondakh.
Brotoseno, juga pernah menjabat sebagai Kepala Unit III Subdit III pada Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Mabes Polri. Pada 2016, Brotoseno ditangkap oleh Propam Polri, karena menerima uang senilai Rp 1,9 miliar.
Uang tersebut terbukti di pengadilan sebagai praktik pemerasan dalam penyidikan korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar). Terkait kasus tersebut, pengadilan memvonis Brotoseno 5 tahun penjara. Pada 2018, ia bebas setelah mendapatkan remisi.
Meskipun kasus tersebut menyeret Brotoseno ke sel penjara. Namun status Brotoseno sebagai anggota kepolisian tetap dipelihara. Polri tak memecatnya dari keanggotaan Korps Bhayangkara.
Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) pada 2020 sudah memutuskan AKBP Brotoseno bersalah melakukan perbuatan tercela. Kadiv Propam Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo menerangkan, Sidang KEPP menyatakan, AKBP Brotoseno melanggar Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 13 ayat (1) huruf a, Pasal 13 ayat (1) huruf e Peraturan Kapolri 14 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Dengan putusan tersebut, kata Ferdy, sidang etik, dan profesi, mewajibkan AKBP Brotoseno menyatakan permohonan maaf kepada petinggi Polri, dan Sidang KEPP. “Sebagai pelaku perbuatan tercela, kewajiban pelanggar (AKBP Brotoseno) untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KEPP, dan atau secara tertulis kepada Pemimpin Polri,” begitu kata Irjen Sambo, Selasa (31/5/2022).
Akan tetapi, kata Sambo, Sidang KEPP tak memutuskan untuk memecat AKBP Brotoseno. “Putusan Sidang KEPP merekomendasikan AKBP R Brotoseno untuk dipindahtugaskan ke jabatan yang berbeda yang bersifat demosi,” begitu sambung Sambo.