Kamis 31 Mar 2022 17:21 WIB

Jampidsus Pastikan Kasus HAM Berat Paniai Dituntaskan Hingga ke Pengadilan

Penyidik di Kejakgung masih mengumpulkan bukti untuk penetapan tersangka.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ilham Tirta
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah.
Foto: Bambang Noroyono
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) memastikan akan membawa perkara pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam peristiwa Paniai Berdarah 2014, ke proses hukum di pengadilan. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah mengatakan, proses penyidikan akan berlanjut kepada penetapan tersangka pelanggaran HAM berat tersebut.

Febrie mengatakan hal tersebut sebagai komitmen kejaksaan dalam penuntasan salah satu kasus pidana pelanggaran HAM berat lewat mekanisme penegakan dan penindakan hukum. “Kalau dilihat dari prosesnya ini pasti akan ada tersangka, dari alat-alat bukti yang cukup. Kalau sudah ada penetapan tersangka, pasti mekanisme selanjutnya dari kasus Pania ini akan dibawa ke pengadilan,” kata Febrie saat ditemui Republika.co.id di Gedung Pidsus Kejakgung, Jakarta, Kamis (31/3/2022).

Baca Juga

Febrie mengatakan, sampai saat ini proses penyidikan masih terus berjalan. Penyidik, kata dia, masih membutuhkan tambahan keterangan saksi-saksi. Sejauh ini tak ada kendala dari penyidikannya untuk memeriksa sejumlah nama, meskipun terhadap sejumlah mantan maupun anggota Polri dan TNI. “Prosesnya ini terus berjalan dan tim penyidikan tidak ada menemukan kendala dari saksi-saksi,” ujar Febrie.

Direktur Pelanggaran HAM Berat di Jampidsus, Erryl Prima Putera Agoes mengatakan, penyidikan kasus Paniai Berdarah memang belum dapat menetapkan tersangka. Tetapi, upaya untuk menuntaskan penyidikan terus dilakukan dengan memeriksa banyak saksi.

“Kalau ada penetapan tersangka, itu saya pastikan dari hasil penyidikan yang berhasil menemukan bukti-bukti yang kuat,” ujar dia.

Erryl memastikan, timnya akan objektif dalam melakukan pengungkapan kasus, termasuk jika harus menetapkan anggota maupun mantan militer sebagai tersangka. “Penetapan tersangka pasti dari hasil penyidikan yang dilakukan oleh tim penyidikan. Bukan atas atau berdasarkan hasil dari, atau persetujuan Mabes TNI,” kata Erryl.

Pada Kamis, penyidik kembali melakukan pemeriksaan tambahan. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejakgung, Ketut Sumedana mengatakan, ada dua saksi yang diperiksa, yakni FFS dan IW. “Saksi FFS dan saksi IW diperiksa terkait dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Paniai 2014,” kata Ketut.

Namun Ketut tak menerangkan dua saksi tersebut berasal dari instansi mana. Pemeriksaan FFS dan IW menambah jumlah saksi yang diperiksa menjadi 64 orang.

Peristiwa Paniai Berdarah terjadi pada 2014. Peristiwa itu terkait aksi personel militer dan kepolisian saat pembubaran paksa aksi unjukrasa dan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada 7-8 Desember 2014.

Lima orang tewas dalam pembubaran paksa yang yang menggunakan peluru tajam tersebut. Pada 2020, hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memutuskan peristiwa tersebut sebagai bentuk pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat negara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement