Kamis 02 Dec 2021 17:24 WIB

Kontras: Penanganan Kasus HAM Papua Harus Transparan

Panglima Andika didorong menarik pasukan TNI yang ada di Papua.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Ilham Tirta
Rivanlee Anandar (kanan).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Rivanlee Anandar (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Rivanlee Anandar menanggapi pernyataan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang menyebut bakal mengawal kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua. Menurut Rivanlee, langkah pertama yang harus dilakukan oleh Andika adalah menarik atau mengurangi pasukan dan terbuka atas penanganan Papua selama ini.

Langkah tersebut, lanjutnya, penting dilakukan untuk menunjukkan keseriusan dalam mencari jalan lain menyelesaikan permasalahan di Papua. "Sebab, dari keberadaan TNI terbukti selama ini memberikan rasa takut dan menghilangkan rasa aman dari warga," kata Rivanlee kepada Republika.co.id, Kamis (2/12).

Baca Juga

Ia mencontohkan, sejauh mana keterlibatan TNI atau negara secara lebih luas dalam merespons kondisi pengungsi di Papua yang terdampak konflik. Selanjutnya, Rivanlee mendorong tiap kasus pidana anggota TNI yang terjadi paling tidak dalam kurun waktu satu tahun terakhir agar diusut melalui peradilan umum.

"Selain itu, (lakukan) audit keberadaan TNI pada bisnis-bisnis militer yang ada di Papua," ujarnya.

Dia menambahkan, permasalahan di Papua tidak bisa selesai hanya dari pihak TNI atau sektor keamanan saja. Namun, kata dia, diperlukan kerja sama yang serius antar lintas lembaga negara, seperti dalam menangani kesenjangan kebutuhan dasar warga.

Menurut Rivanlee, seluruh masalah yang terjadi di Papua tidak akan selesai hanya dengan kunjungan dari Panglima TNI maupun pimpinan lainnya. "Apakah selesai dengan kunjungan? Tidak. Sebelum Andika, ada (Presiden) Joko Widodo yang melakukan hal sama dengan berkunjung ke Papua lebih sering dari presiden sebelumnya, tapi masalahnya masih muncul seputar pendekatan keamanan yang berlebihan," jelas dia.

Dikonfirmasi terpisah, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menyebut, siapapun boleh memiliki perhatian terkait penangana kasus HAM, termasuk Panglima TNI. Namun, menurut dia, hal penting yang harus diperhatikan yakni proses penyelesain kasus pelanggaran HAM harus sesuai koridor dan prinsip HAM.

"Siapapun silakan saja, yang penting proses penyeleseainn kasusnya akuntable, transparan, dan independensi proses sesuai koridor HAM," kata Anam.

Dia menambahkan, proses penanganan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh siapapun, dituntut untuk melahirkan keadilan. Kemudian, melakukan pemulihan terhadap korban dan kejadian serupa tidak lagi berulang.

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa menyatakan akan mengawal kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua. "Saya akan mengawal kasus-kasus pelanggaran HAM termasuk yang terjadi di Papua," tegas Panglima TNI di Jayapura, Rabu (1/12).

Setidaknya ada 14 kasus pelanggaran HAM di Papua, termasuk yang terjadi di Paniai yang baru ditangani. Selain itu, dari laporan yang diterima beberapa kasus HAM saat ini sedang ditangani, termasuk pelanggaran HAM di Intan Jaya yang mengakibatkan dua warga sipil dilaporkan hilang.

Andika mengatakan, proses hukum harus dilakukan bukan saja terhadap si pelaku, tetapi juga komandannya. Untuk kasus hilangnya dua warga, Luther Zanambani dan Apinus Zanambani, proses hukum sudah berjalan dengan tersangka komandan batalyon dan dua orang berpangkat mayor, termasuk perwira penghubung.

"Proses hukum harus dilakukan sehingga tindakan yang dilakukan dipertanggungjawabkan agar nama baik TNI tetap terjaga," kata Andika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement