Jumat 30 Sep 2022 18:07 WIB

Sidang Pemeriksaan Saksi Kasus Paniai Dinilai tak Profesional

Hanya empat saksi yang bersaksi dari 12 saksi yang diminta dihadirkan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Rivanlee Anandar (kanan).
Foto: Republika/Prayogi
Rivanlee Anandar (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik pedas penyelenggaraan sidang kedua pengadilan HAM peristiwa Paniai 2014 di Pengadilan Negeri Makassar pada Rabu (28/9/2022). Sidang tersebut dinilai tak menunjukkan itikad profesionalitas.

Agenda sidang pada Rabu ialah pemeriksaan saksi. Namun menurut Koalisi itu, sidang berjalan dengan tidak optimal. Dari 12 saksi yang diminta oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk diperiksa, hanya empat saksi dengan latar belakang anggota kepolisian yang hadir.

Baca Juga

"Tak ada satu pun saksi dengan latar belakang warga sipil yang dihadirkan," kata

Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar sebagai bagian dari Koalisi dikutip pada Jumat (30/9/2022).

 

Koalisi menemukan persidangan sempat terhambat. Sebab salinan berkas perkara, termasuk Berita Acara Pemeriksaan terhadap para saksi belum diterima oleh pihak terdakwa dan tim penasehat hukumnya. Koalisi menganggap temuan ini semakin menunjukkan tingkat keseriusan Kejaksaan Agung yang patut dipertanyakan.

"Kami menilai Tim Jaksa Penuntut Umum tidak berupaya dengan optimal untuk membuktikan unsur sistematis atau meluas," kata Rivanlee.

Menurut Koalisi, itu menjadi unsur penting dari pasal mengenai kejahatan kemanusiaan yg diatur di Pasal 9 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Koalisi mengamati baik dari dakwaan dan pemeriksaan saksi di sidang kedua tidak ada pembahasan komprehensif mengenai Operasi Aman Matoa V yang menjadi salah satu latar belakang peristiwa dalam Laporan Penyelidikan Komnas HAM.

"Identitas saksi yang dihadirkan yang kesemuanya adalah Anggota Kepolisian dan gagalnya Tim Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi warga sipil juga menyebabkan sidang kedua ini didominasi narasi aparat," kata Rivanlee.

Berdasarkan temuan itu, Koalisi Masyarakat menyatakan, Kejaksaan Agung tidak serius sekaligus tak berpihak kepada korban dan publik atas pelanggaran HAM berat yang terjadi di Peristiwa Paniai 2014. Koalisi mendesak Pengadilan HAM menggali fakta dari pihak selain narasi yang dikembangkan dari saksi yang dihadirkan oleh Tim Penuntut Umum.

"Pengadilan HAM wajib menindaklanjuti kesaksian yang menyebutkan sejumlah nama terduga pelaku lain untuk turut diperiksa dan dimintai pertanggungjawabannya," kata Rivanlee.

Dalam SIPP PN Makassar, Isak didakwa melanggar Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Isak juga diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Isak adalah anggota militer yang menjabat sebagai perwira penghubung saat peristiwa Paniai Berdarah terjadi 2014. Isak dituding bertanggung jawab atas jatuhnya empat korban meninggal dunia, dan 21 orang lainnya luka-luka dalam peristiwa demonstrasi di Paniai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement