Rabu 23 Mar 2022 20:13 WIB

Jampidsus: 3 Strategi Selamatkan Uang Negara dari Kasus Korupsi

Strategi untuk efek jera, optimalisasi pemulihan aset, dan peningkatan PNBP.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memiliki tiga strategi untuk mengoptimalkan penyelamatan keuangan negara lewat penanganan tindak pidana korupsi. Foto: Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah
Foto: Bambang Noroyono
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memiliki tiga strategi untuk mengoptimalkan penyelamatan keuangan negara lewat penanganan tindak pidana korupsi. Foto: Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung)  memiliki tiga strategi untuk mengoptimalkan penyelamatan keuangan negara lewat penanganan tindak pidana korupsi. Pertama, pertanggungjawaban pidana tidak hanya diarahkan kepada subjek hukum orang perseorangan, tetapi juga subjek hukum korporasi.

"Maksudnya adalah bahwa pemidanaan tidak hanya diarahkan kepada subjek hukum orang perseorangan, tetapi kepada subjek hukum korporasi untuk memunculkan efek penjeraan. Tetapi juga akan menghasilkan pendapatan negara karena korporasi sebagai pelaku tindak pidana akan dihukum untuk membayar denda," ujar Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Rabu (23/3/2022).

Baca Juga

Kedua, Jampidsus Kejagung akan menerapkan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yakni, tidak hanya fokus pada pembuktian unsur merugikan keuangan negara, tetapi juga pembuktian unsur merugikan perekonomian negara.

Ia menjelaskan, pengoptimalan ini dipandang perlu karena penanganan perkara tindak pidana korupsi saat ini hanya menitik beratkan kepada pemulihan keuangan negara. Di sisi lain, kerugian perekonomian negara akibat tindak pidana korupsi belum menjadi pedoman standar penanganan oleh aparat penegak hukum di Indonesia.

"Hal ini menimbulkan tingkat pemulihan ekonomi negara seringkali tidak sebanding dengan opportunity cost dan multiplier economy effect yang timbul sebagai akibat terjadinya tindak pidana korupsi," ujar Febrie.

Terakhir adalah penerapan secara konsisten tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. "Selain untuk efek penjeraan, juga sebagai upaya untuk penyelamatan keuangan negara dan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP," ujar Febrie.

Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa ketiga strategi tersebut mempunyai tiga tujuan. Pertama, penjeraan bagi pelaku tindak pidana korupsi dan efek penjeraan kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi.

Kedua, optimalisasi aset recovery sebagai upaya penyelamatan dan pemulihan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara yang terjadi sebagai akibat tindak pidana korupsi. "(Tiga) Peningkatan PNBP sebagai kemanfaatan praktis pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi," ujar Febrie.

Kejagung telah melampaui target PNBP dari bidang tindak pidana khusus dan umum pada 2021, yakni sebesar 197,01 persen. Adapun hingga hingga 18 Maret 2022, capaian target PNBP dari bidang pidana khusus dan umum telah mencapai 27,17 persen atau sekira Rp 97,28 miliar.

"Berdasarkan data tersebut, maka dapat digambarkan secara umum bahwa sampai 18 Maret 2022 target PNBP secara akumulasi mencapai 27,17 persen atau sebesar Rp 97.281.658.978," ujar Febrie.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement