Senin 01 Nov 2021 18:52 WIB

Komnas HAM Dorong Ambang Batas di Pemilu 2024 Dihapus

Penghapusan ambang batas pemilu diyakini bisa mencegah polarisasi di masyarakat.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,Kamis (16/9). Rapat antara komisi II dengan Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP tersebut membahas persiapan dan kesiapan pelaksanaan Pemilu 2024. (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,Kamis (16/9). Rapat antara komisi II dengan Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP tersebut membahas persiapan dan kesiapan pelaksanaan Pemilu 2024. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong ambang batas pencalonan pemilihan kepala daerah (pilkada) maupun pemilihan presiden (pilpres) pada 2024 dihapus atau diturunkan. Hal ini demi mencegah polarisasi karena hanya ada dua pasangan calon (paslon) yang berkontestasi.

"Dalam rangka untuk memastikan tidak hanya dua pasangan calon gitu yang muncul, tapi akan lebih banyak pasangan calon yang muncul," ujar Komisioner Komnas HAM Hairansyah Akhmad saat diskusi publik HAM dalam Pelaksanaan Pemilu Serentak 2024, Senin (1/11).

Baca Juga

Menurut dia, jika banyak alternatif paslon maka masyarakat tentu memiliki beragam ruang dalam menggunakan hak pilihnya secara maksimal. Jadi tidak hanya dihadapkan pada dua pilihan yang akan menimbulkan keterbelahan di masyarakat.

Bahkan, residu dari polarisasi tersebut seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu masih dirasakan sampai sekarang. Akibatnya justru hingga menjadi permasalahan yang juga berkaitan dengan pelanggaran serius hak asasi manusia.

Selain itu, Hairansyah mengusulkan syarat pencalonan kepala daerah dari jalur perseorangan dimudahkan. Hal ini tentu untuk mencegah terjadinya penguatan oligarki dan calon tunggal.

Dia juga mendorong pemerintah dan DPR melakukan perubahan regulasi pemilu maupun pilkada untuk menjamin prinsip nondiskriminasi demi mengatur dan mengendalikan pemanfaatan pemilu. Pemilu harus dipastikan tidak bertujuan hanya untuk sekadar melanggengkan kekuasaan dengan membatasi pilihan kandidat pemimpin melalui praktik calon tunggal dan politik kekerabatan.

Di samping itu, Hairansyah meminta KPU dan Bawaslu memastikan penyelenggaraan pilkada dan pemilu memperhatikan prinsip one man one vote sebagai implementasi dari suara pemilih. Hal ini dibarengi juga dengan penindakan hukum yang tegas terhadap penyelenggara yang terbukti melakukan pelanggaran prinsip tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement